BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Tablet adalah sediaan padat,
dibuat secara kempa-cetak berbentuk rata atau cembung rangkap, umumnya bulat,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. (Anief,
1999)
Analgetik
atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang mengurangi rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antalgin merupakan derivat sulfonat dari aminofenazon
yang larut dalam air. Obat ini dapat secara mendadak dan tak terduga
menimbulkan kelainan darah yang adakalanya fatal. Karena bahaya
agranulositosis, obat ini sudah lama peredarannya dibanyak negara, antara lain
Amerika serikat, Swedia, Inggris dan Belanda. (Raharja 2007)
Berbagai
cara dapat dilakukan untuk menentukan kadar suatu obat, tergantung dari
struktur kimia dan sifat fisiko-kimianya. Antalgin dapat ditentukan kadarnya
dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Titrasi Iodimetri adalah titrasi
langsung terhadap zat-zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem
iodium-iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium.
Menurut
FI III (1979), Uji keseragaman bobot dilakukan dengan menimbang 20 tablet. Dihitung
bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh
lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot
rata-ratanya lebih besar dari 5 % (CV < 5%). Dan tidak satu tablet
pun yang bobotnya menyimpang dari 10% bobot rata-ratanya.
Untuk
menjamin suatu sediaan tablet dilakukan beberapa evaluasi mutu tablet, yaitu
meliputi uji keseragaman bobot, uji keregasan tablet, uji kekerasan tablet, uji
waktu hancur, uji kadar tablet dan uji disolusi. Pada percobaan ini akan
dilakukan evaluasi uji keseragaman bobot dan kadar kandungan tablet antalgin.
I.2 Tujuan
Mahasiswa
dapat mengetahui cara menganalisa keseragaman bobot tablet dan kadar tablet
Antalgin.
I.3 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui cara dalam
menganalisa keseragaman bobot dan kadar dalam suatu produk obat berupa tablet.
BAB
II
TEORI
DASAR
II.1 Tinjauan
Pustaka
a. Tablet
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai, tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekersan, dan ketebalalan, daya hancurnya dan aspek lain yang tergantung dengan pemakaian tablet dan cara pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian secara oral. Kebanyakan tablet dibuat dengan penambahan zat warna dan zat pemberi rasa. Tablet lain yang penggunaanya dapat cara sublingual, bukal, atau melalui vagina.
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan yang sesuai, tablet dapat berbeda ukuran, bentuk, berat, kekersan, dan ketebalalan, daya hancurnya dan aspek lain yang tergantung dengan pemakaian tablet dan cara pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian secara oral. Kebanyakan tablet dibuat dengan penambahan zat warna dan zat pemberi rasa. Tablet lain yang penggunaanya dapat cara sublingual, bukal, atau melalui vagina.
Dengan metode pembuatan
tablet yang manapun, tablet yang dihasilkan harus mempunyai sifat-sifat yang
baik, yaitu:
1. Cukup kuat dan resisten terhadap gesekan selama proses pembuatan,
pengemasan, transportasi dan sewaktu di tangan konsumen. Sifat ini diuji dengan
uji kekerasan dan uji friabilitas.
2. Zat aktif dalam tablet harus dapat tersedia dalam tubuh. Sifat ini
dilihat dari uji waktu hancur dan uji disolusi.
3. Tablet harus mempunyai keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
(untuk zat aktif kurang dari 50 ml). Parameter ini
diuji dengan variasi bobot dan uji keseragaman kandungan.
4. Tablet berpenampilan baik dan mempunyai karakteristik warna, bentuk
dan tanda lain yang menunjukkan identitas produk.
5. Tablet harus menunjukkan stabilitas fisik dan kimia serta efikasi
yang konsisiten.
b. Keragaman
bobot dan keseragaman kandungan (FI ed. IV)
Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut ( FI.ed.III ) :
a. Ditimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.
b. Jika ditimbang satu per satu , tidak boleh lebih
dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari
harga yang ditetapkan pada kolom " A " dan tidak boleh ada satu
tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom
" B ".
c. Jika perlu dapat
diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya
menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom "
A " maupun kolom " B " .
Bobot rata-rata tablet
|
Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
|
|
A
|
B
|
|
< 25mg
|
15
|
30
|
26 – 150 mg
|
10
|
20
|
151 – 300 mg
|
7,5
|
15
|
> 300 mg
|
5
|
10
|
Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian
terbesar dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman
kandungan. Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman
kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet
bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya
farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50
mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus
memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap
tablet. ( Farmakope Indonesia ed.IV )
II.2 Tinjauan
Umum Antalgin ( Dirjen POM, 1995 )
A.
Farmakodinamika Antalgin
Sebagai
analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh
lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan
(adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan (Setiabudy, 2007).
B.
Farmakologi Antalgin
Antalgin
termasuk derivat metan sulfonat dari amidopyrin yang mudah larut dalam air dan
cepat diserap ke dalam tubuh. Bekerja secara sentral di otak dalam
menghilangkan nyeri, menurunkan demam dan menyembuhkan rheumatik. Antalgin
mempengaruhi hipotalamus dalam menurunkan sensitifitas reseptor rasa sakit dan
thermostat yang mengatur suhu tubuh (Lukmanto, 1986).
C. Efek Samping Antalgin
Pada pemakaian yang teratur dan untuk jangka
waktu yang lama, penggunaan obat-obat yang mengandung metampiron kadang-kadang
dapat menimbulkan kasus agranulositosis fatal. Untuk mendeteksi hal tersebut,
selama penggunaan obat ini perlu dilakukan uji darah secara teratur. Jika
gejala tersebut timbul, penggunaan obat ini harus segera dihentikan (Lukmanto,
1986).
II.3 Metode Penetapan Kadar Antalgin
A.
Iodimetri
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri.
Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan
titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang
potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan
oksidator yang lemah dengan nilai
potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan
direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).
B.
Prinsip Iodimetri
Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi
oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial
oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan
kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada
antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na
(Satiadarma, 2004).
C.
Indikator
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/
amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya
ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2007). Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang
tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak boleh ditambahkan terlalu dini
dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji hendaknya tak
ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar
(Basset, 1994).
D.
Larutan Pentiter
Pada titrasi iodimetri digunakan larutan iodin sebagai
larutan titer. Iodin adalah oksidator lemah sedangkan iodida merupakan reduktor
lemah. Iodin hanya larut sedikit dalam air, namun larut dalam larutan yang
mengandug ion iodida. Larutan
iodin standar dapat dibuat dengan melarutkan iodin dengan larutan KI pekat.
Karena iodin mudah menguap, maka larutan ini harus dibakukan dengan Natrium
tiosulfat segera akan digunakan (Day, 2002). Kelemahan
pelarut beriodida adalah ion ini dapat teroksidasi oleh O2 dari udara yang
dipercepat reaksinya dalam suasana asam atau oleh adanya cahaya, tetapi
bersifat lambat dalam suasana netral. Selain itu, senyawa iodida (biasanya KI)
yang digunakan dipersyaratkan agar bebas iodat (karena iodat bereaksi dengan I-
dalam suasana asam dengan membentuk I2). Persyaratan harus dipenuhi bila
larutan I2 dalam KI akan digunakan sebagai larutan baku (Mulyono, 2006).
BAB
III
METODOLOGI
III.1 Sampel
yang diperiksa
Obat Generik tablet Antalgin 500mg yang
disiapkan dari laboratorium Analisa Obat dan Makanan.
III.2 Alat
dan Bahan
A. Alat
Alat-alat
yang digunakan dalam pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1.
Beaker Glass
2.
Erlenmayer
3.
Biuret
4.
Klem dan statis
5.
Pipet Volume
6.
Pipet Ukur
7.
Gelas Ukur
8.
Corong Glass
9.
Pipet tetes
10.
Tissue
11.
Timbangan Analitik
B. Bahan
Bahan-bahan
yang digunakan adalah :
1.
Larutan Baku Primer
2.
Larutan Baku Sekunder
3.
Larutan Indikator Amylum 1%
4.
Sampel
5.
Aquadet
III.3 Pembuatan Reagen
a. KIO3 0,1 N 500 ml
Gram
=
=
= 0,8916
gram.
Cara Kerja : 1. Ditimbang KIO3 kemudian dimasukkan ke dalam
beakerglass.
2.
Ditambahkan aquadest 250 ml aduk sampai larut.
3.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda
batas labu ukur.
b. Na2S2O3 0,1N
500 ml
Gram =
=
= 12,409 gram.
Cara Kerja : 1. Ditimbang I2 kemudian dimasukkan ke dalam
beakerglass.
2.
Ditambahkan aquadest 250 ml aduk sampai larut.
3.
Dimasukkan ke dalam labu ukur 500 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda
batas labu ukur.
III.4 PROSEDUR KERJA
A. Standarisasi
Na2S2O3 dengan KIO3
1. Dipipet 10 ml KIO3 dimasukkan ke
dalam labu erlenmayer 250 ml.
2. Ditambah 10 ml H2SO4 dan
10 ml KI
3. Dititrasi dengan Na2S2O3
sampai warna kuning muda tepat hilang.
B. Standarisasi
I2 dengan Na2S2O3
1. Dipipet 10 ml Na2S2O3
dimasukkan ke dalam labu erlenmayer 250 ml
2. Dititrasi dengan I2 sampai warna
kuning kecoklatan.
C. Penetapan
Kadar Antalgin
1. Ditimbang setara serbuk tablet sebanyak 300
mg, dimasukkan ke dalam erlenmayer 250 ml.
2. Ditambahkan
air bebas CO2 dan 7,5 ml HCl.
3. Dititrasi
dengan I2 sampai warna kuning keclokatan.
BAB IV
DATA HASIL PENELITIAN
IV.1 PENIMBANGAN SAMPEL
1. Kertas + sampel = 0,5798
gram
Kertas + Sisa = 0,2894 gram –
Sampel = 0,2908
gram
2. Kertas
+ Sampel = 0,5688 gram
Kertas + Sisa = 0,2771 gram –
Sampel = 0,2977
gram
3. Kertas
+ Sampel = 0,5919 gram
Kertas + Sisa = 0,2735 gram-
Sampel = 0,3184
gram
IV.2 Data Titrasi
A. Standarisasi Na2S2O3
dengan KIO3
Vol KIO3
|
N
|
Vol Na2S2O3
|
N
|
10
ml
|
0,1
|
10,7
ml
|
|
10
ml
|
0,1
|
10,4
ml
|
|
10
ml
|
0,1
|
10,5
ml
|
Rata-Rata
= 10,54
ml
N1 Na2S2O3
= 0,0955N
B.
Standarisasi I2 dengan Na2S2O3
Vol Na2S2O3
|
Normalitas
|
Vol I2
|
Normalitas
|
10
ml
|
0,0955 N
|
10,4
ml
|
|
10
ml
|
0,0955 N
|
10,3
ml
|
|
10
ml
|
0,0955 N
|
10,4
ml
|
Rata-Rata
= 10,37
ml
N1
I2 = 0,0920N
C. Penetapan Kadar Antalgin
Bobot Sampel
|
Volume I2
|
290,8
mg
|
13,8
ml
|
297,7
mg
|
14,3
ml
|
318,4
mg
|
26,6
ml
|
PK
Antalgin no. 1 =
=
=
475,49 mg
PK Antalgin no.2 =
=
=
481,30 mg
PK Antalgin no.3 =
=
=
837,08 mg
D.
Penolakan Data
X
|
∑ X
|
D
|
475,49
mg
|
597,95 mg
|
112,46
|
481,30
mg
|
116,65
|
|
837,08
mg
|
239,13
|
Data
yang dicurigai = 837,08 mg
X
|
∑ X
|
D
|
d
|
475,49
mg
|
478,395 mg
|
2,905
|
2,905
|
481,30
mg
|
2,905
|
2,905
|
Selisih
antara data yang dicurigai = 837,08mg
- 478,395 mg
=
358,685 mg
2,5 x d = 2,5 x 2,905
= 7,2625
Karena 358,685 > 7,2625 maka data
837,08 ditolak.
Jadi kandungan antalgin dalam tablet
adalah 478,395 mg/tab.
% Kadar Tab 1 =
=
95,09%.
% Kadar Tab 2 =
=
96,26%.
% Kadar Tab 3 =
=
67,41%.
Kesimpulan
: jadi
dari percobaan di atas tablet nomor 3 tidak memenuhi persyaratan FI IV.
IV.3 DATA
KESERAGAMAN BOBOT
X ( mg )
|
∑X - X
|
∑X – X2
|
Kadar mg/tab
|
% Etiket
|
609,6
|
10,27
|
105,4729
|
470,46
|
94%
|
629,5
|
9,63
|
92,73
|
485,82
|
97,16%
|
613,9
|
5,97
|
35,64
|
473,78
|
94,756%
|
612,9
|
6,97
|
48,58
|
473,01
|
94,602%
|
623,1
|
3,23
|
10.43
|
480,88
|
96,176%
|
619
|
0,03
|
0,0009
|
478,41
|
95,682%
|
628,3
|
8,43
|
71,06
|
484,90
|
96,98%
|
618
|
1,37
|
1,87
|
477,26
|
95,45%
|
621,5
|
1,63
|
2,65
|
479,65
|
95,93%
|
621,6
|
1,73
|
2,99
|
479,73
|
95,94%
|
∑X = 619,87
|
371,42
|
SB
= 5,25
SBR =
=
=
0,85%
Syarat
yang ditetapkan : Bila SBR ≤ 6,0 % maka tablet antalgin memenuhi syarat FI IV.
BAB V
PEMBAHASAN
Farmakodinamika Antalgin
Sebagai
analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri dengan intensitas rendah
sampai sedang, misalnya sakit kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh
lebih lemah dari efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan
(adiksi) dan efek samping sentral yang merugikan (Setiabudy, 2007).
Metode Penetapan Kadar Antalgin
A.
Iodimetri
Penetapan kadar antalgin dilakukan secara iodimetri.
Metode ini cukup akurat karena titik akhirnya cukup jelas sehingga memungkinkan
titrasi dengan larutan titer yang encer. Iodimetri dilakukan terhadap zat yang
potensial reduksi lebih tinggi dari sistem larutan iodin. Iodin merupakan
oksidator yang lemah dengan nilai
potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodin akan
direduksi menjadi iodida (Rohman, 2007).
B.
Prinsip Iodimetri
Titrasi Iodimetri adalah titrasi berdasarkan reaksi
oksidasi antara iodin sebagai pentiter dengan reduktor yang memiliki potensial
oksidasi lebih rendah dari sistem iodin-iodida dimana sebagai indikator larutan
kanji. Titrasi dilakukan dalam suasana netral sedikit asam (pH 5-8). Pada
antalgin (metampiron), gugus –SO3Na dioksidasi oleh I2 menjadi –SO4Na
(Satiadarma, 2004).
C.
Indikator
Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/
amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodin – amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya
ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2007). Larutan kanji dengan iod memberi suatu kompleks yang
tak dapat larut dalam air, sehingga kanji tak boleh ditambahkan terlalu dini
dalam titrasi. Karena itu, dalam titrasi iod, larutan kanji hendaknya tak
ditambahkan sampai tepat sebelum titik akhir ketika warna mulai memudar (Basset,
1994).
Pada penelitian ini uji kadar antalgin
dilakukan dengan menggunakan metode titrasi iodimetri, metode ini merupakan
metode yang cukup akurat karena titik akhirnya jelas. Hasil yang diperoleh dari
penetapan kadar adalah sebagai berikut :
1. PK. No 1
= 475,49 mg/tab (95,09% b/b).
2. PK. No.2
= 481,30 mg/tab (96,26% b/b).
3. PK. No.3
= 837,08 mg/tab (67,41% b/b)
Dari
ketiga kadar diatas terdapat satu data yang dicurigai yaitu PK. No 3 yaitu
sebesar 837,08mg/tab. Hal ini disebabkan karena pada saat titrasi ataupun
penimbangan sampel yang kurang teliti, sehingga selisihnya besar.
Sedangkan
pada uji keseragaman bobot tablet, nilai SBR yang diperoleh adalah sebesar
0,85%. Uji ini dilakukan dengan cara menimbang tablet antalgin satu persatu
sebanyak 10 tablet yang kemudian dihitung selisih antar tablet.
BAB VI
KESIMPULAN
dan PENUTUP
Jadi dari
hasil penelitian ini diperoleh hasil penetapan kadar tablet antalgin sebesar
478,39 mg/tab dengan % kadar 95,67% b/b hasil ini memenuhi persyaratan FI IV
yaitu sebesar 95,0 % - 105,0%. Dan nilai keseragaman bobot dengan nilai SBR
sebesar 0,85% dengan persyaratan FI IV tidak lebih dari 6,0%. Sehingga tablet
antalgin yang di uji memenuhi persyaratan kadar dan keseragaman bobot.
DAFTAR
PUSTAKA
Alamsyah, A, 1994, Analisa Kuantitatif Senyawa Farmasi, Universitas Sumatera Utara
Press, Medan Hal 23-25.
Anief, M., 1991, Apa
yang perlu diketahui tentang obat, Gajah Mada University Press,Yogyakarta,
Hal 25.
Anief, M., 1999, ILMU
MERACIK OBAT TEORI DAN PRAKTEK, Gajah Mada University Press,. Yogyakarta,
Hal 210-216.
Ansel,H.C.,1989,Pengantar
Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat, Universitas Insonesia Press,
Jakarta, Hal 399-405.
Comments