SKRINING
FITOKIMIA DAN ISOLASI SENYAWA FLAVONOID
DAUN
KUMIS KUCING (Orthosiphon aristatus).
Ahmad
Fauzi
10111053
Tingkat
III / Semester V
Fakultas
S1 Farmasi Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti
Wiyata Kediri
2013/2014
ABSTRAK
Telah dilakukan
skrining fitokimia dan uji kromatografi senyawa flavonoid pada tumbuhan daun
kumis kucing (Orthosiphon aristatus)
dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol 96%. Simplisia daun kumis
kucing dimaserasi selama 2 hari dan didapat ekstrak kental sebanyak 565,98mg.
Uji skrining fitokimia menggunakan uji Wilstater dan uji Bathe- Smith. Uji
Wilstater : Isolat ditambahakan 2-4 tetes HCl pekat dan 2-3 potong kecil logam
Mg, perubahan warna terjadi dari warna hijau tua menjadi merah jingga yang
menunjukkan positif senyawa flavon. Uji Bathe-Smith Isolat ditambahkan HCl
pekat lalu dipanaskan dengan waktu 15 menit di atas penangas air terjadi
perubahan warna merah tua yang menunjukkan isolat positif flavonon. Selanjutnya
isolat dilakukan uji kromatografi lapis tipis dengan Ekstrak metanol daun kumis
kucing ditotolkan pada fase diam lempeng KLT silica gel F254, dengan fase gerak
kloroform : metanol : air (9,7 : 0,2 : 0,1). Penampak bercak dilakukan dengan
menggunakan sinar UV 254nm. Hasil yang diperoleh dari KLT adalah Rf : 0,2.
Kata Kunci : Kumis
Kucing (Ozthosiphon aristatus),
Flavon, Flavonon, Uji Wilstater, Uji Bathe Smith.
PENDAHULUAN
Senyawa
metabolit sekunder merupakan sumber bahan kimia yang tidak akan pernah habis,
sebagai sumber inovasi dalam penemuan dan pengembangan obat-obat baru ataupun
untuk menujang berbagai kepentingan industri. Hal ini terkait dengan keberadaannya di alam yang
tidak terbatas jumlahnya. Dari 250.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi seperti
dikemukan di atas 54 % diantaranya terdapat di hutan-hutan tropika dan Indonesia dengan hutan tropikanya yang mengandung lebih dari
30.000 jenis tumbuhan tingkat tinggi sangat berpotensial untuk diteliti dan
dikembangkan oleh para peneliti Indonesia.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki
beraneka ragam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebanyak-banyaknya untuk
kepentingan manusia. Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah mengenal
tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Saat ini, para peneliti semakin berkembang untuk mengeksplorasi bahan alami
yang mempunyai aktivitas biologis yang positif bagi manusia. Berdasarkan
beberapa penelitian yang telah dikembangkan, senyawa-senyawa yang memiliki
potensi sebagai antioksidan umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolat, dan
alkaloid.
Senyawa yang paling mudah ditemukan adalah flavonoid karena senyawa ini adalah
kelompok senyawa fenol terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini
merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat berwarna kuning yang
ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan pengetahuan menunjukkan bahwa
flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol
dan mengandung antioksidan. Oleh karena jumlahnya yang melimpah di alam,
manusia lebih banyak memanfaatkan senyawa ini dibandingkan dengan senyawa
lainnya sebagai antioksidan.
Penelitian bahan alam biasanya
dimulai dari ekstraksi, isolasi dengan metode kromatografi sehingga diperoleh
senyawa murni, identifikasi unsur dari senyawa murni yang diperoleh dengan
metode spektroskopi, dilanjutkan dengan uji aktivitas biologi baik dari senyawa
murni ataupun ekstrak kasar. Setelah diketahui struktur molekulnya biasanya
dilanjutkan dengan modifikasi struktur untuk mendapatkan senyawa dengan
aktivitas dan kestabilan yang diinginkan.
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di
alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai
zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan
pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan
pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta
produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat,
anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan
citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai
warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk
memproduksi flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri
tanah yang bertugas untuk menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam
tanah.
Senyawa
ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi
makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu.
Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan
proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa
flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori,
kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi
sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal
pada polinasi dan fertilitas jantan.
Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur
biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu
menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan
kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning
atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua
warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis
flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh
serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat
menolak sejenis ulat tertentu.
Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15
atom karbon dan terdiri dari 2 cincin benzen yang dihubungkan oleh 3 atom
karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid dibagi menjadi 3 macam,
yaitu:
- Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen (turunan tanin).
- Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini disebut flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling banyak memiliki aktivitas farmakologi.
- Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid ini disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai pewarna alami
Kumis kucing merupakan tanaman herbal yang dapat dimanfaatkan untuk
obat-obatan, dalam jurnal isolasi senyawa flavonoid daun kumis kucing saudari
Sri Mulyani dari Universitas Biologi Bogor dilakukan dengan metode mikroskopi
dan Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan penampak bercak uap amoniak.
Dalam sebuah literatur diketahui kumis kucing mengandung flavonoid sinensetin,
eupatorin dan ortosifonin. (Sampurna dkk, 2004). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah dengan metode warna dengan menurut Fannsworth,(1966) daun
kumis kucing mengandung senyawa flavonoid atau tidak. Keberadaan flavonoid dalam
bahan uji dapat diketahui dengan menambahkan serbuk Mg dan HCl pekat kedalam
ekstrak alkohol, akan berwarna jingga sampai merah apabila mengandung flavon, merah
sampai merah tua (Flavanol), merah tua sampai magenta (Flavanon). Pereaksi lain
yang sering digunakan untuk identifikasi flavonoid sebagai pereaksi semprot
dalam KLT adalah amoniak, NaOH, AlCl3, sitroborat akan memberikan warna kuning
(Mabry dkk., 1970; Robinson, 1983).
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
a. Alat
* tabung reaksi *
Mortir & Stampher
*
Pipet tetes *
Pipa kapiler
*
Cawan Porselen
*
Chamber dan tutup
*
Lempeng KLT
*
Beaker Glass
*
Gelas Arloji
*
Gelas Ukur
b. Bahan
* Daun Matoa segar * Mg
*
Aquadestilata *
Butanol
*
Metanol 96% * kloroform
: metanol : air
*
N-Heksan
*
H2SO4 Pekat
*
HCl
Prodesur Kerja
1. Preparasi Sampel
Preparasi sampel dilakukan dengan cara pengumpulan dan pengolahan sampel
tumbuhan daun kumis kucing yang diperoleh dari kabupaten Kediri Jawa Timur.
Sampel diambil langsung dari tumbuhan segar dan kemudian diolah di Labolatorium
Fitokimia Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Daun segar diolah
dengan dirajang hingga kecil/halus kemudian dikeringkan selama 3 jam dengan
oven suhu 30o C. Setelah sampel kering kemudian diblender hingga
halus bobot simplisia daun matoa yang didapat sebanyak 3,8 gram.
2. Ekstraksi Daun Kumis Kucing
Simplisia daun kumis kucing diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi,
pelarut yang digunakan adalah metanol 96%. 3,5 gram simplisia dilarutkan dalam
metanol 96% sebanyak 100ml. Larutan direndam selama 2 hari dan disaring dengan
kertas saring, kemudian diuapkan dengan wather bath sampai kering. Hasil Ekstrak
kering daun kumis kucing di timbang dan didapat bobot sebanyak 565,98mg.
3. Skrining Fitokimia
Flavonoid
Pemeriksaan golongan flavonoid dapat dilakukan
dengan uji warna yaitu fitokimia untuk menentukan keberadaan senyawa golongan
flavonoid dan uji adanya senyawa polifenol. Uji keberadaan senyawa flavonoid
dari dalam sampel digunakan uji Wilstatter, uji Bate-Smith, dan uji dengan NaOH
10%. Sedangkan uji adanya senyawa polifenol dilakukan dengan larutan penambahan
FeCl3 adapun uji tersebut secara lengkap sebagai berikut (Achmad, 1986.,
Harbone, 1987):
a. Uji Wilstater
Isolat ditambahakan 2-4
tetes HCl pekat dan 2-3 potong kecil logam Mg. Perubahan warna terjadi diamati
dari kuning tua menjadi orange (Achmad, 1986).
b. Uji
Bate-Smith
Isolat ditambahkan HCl
pekat lalu dipanaskan dengan waktu 15 menit di atas penangas air. Reaksi
positif jika memberikan warna merah (Achmad, 1986).
4. KROMATOGRAFI
LAPIS TIPIS (KLT)
Ekstrak metanol daun
kumis kucing ditotolkan pada fase diam lempeng KLT silica gel F254, dengan fase
gerak kloroform : metanol : air (9,7 : 0,2 : 0,1). Penampak bercak dilakukan
dengan menggunakan sinar UV 254nm.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Hasil Pengamatan
Perlakuan
|
Filtrat IA ( Blanko )
|
Filtrat IB
|
Ditambah
0.5 mL HCl pekat dan 4 potong magnesium
|
Warna
hijau
|
Warna
merah Jingga (+ Flavon)
|
Ditambahkan
HCl pekat lalu dipanaskan dengan waktu 15 menit di atas penangas air
|
Warna
hijau
|
Warna
Merah Tua (+ Flavonon)
|
Ekstraksi Senyawa Flavonoid
Serbuk daun
matoa diekstraksi dengan cara maserasi untuk menarik komponen-komponen yang
terkandung dalam sampel. Sampel dimaserasi dengan metanol teknis. Filtrat yang
diperoleh diuapkan menggunakan penguap putar vakum (rotary vacuum evaporator)
sampai semua metanol menguap sehingga diperoleh ekstrak kental metanol berwarna
coklat sebanyak 565,98 mg. Selanjutnya ekstrak kental metanol di lakukan uji
fitokimia dan positif mengandung flavonoid.
Isolasi Senyawa Flavonoid KLT
Ekstrak kental
metanol daun kumis kucing di larutkan dengan etanol 96% kemudian ditotolkan
pada lempeng KLT dengan pipa kapiler sebanyak 5X. Blanko ditotolkan sama dengan
ekstrak, selanjutnya setelah fase gerak selesai penjenuhan dimasukkan lempeng
KLT ke dalam chamber yang berisi fase gerak kloroform : metanol : air (9,7 : 0,2
: 0,1). Dari hasil kromatografi didapat Rf total : 0,2.
KESIMPULAN
Dari penelitian
ini diperoleh hasil dari skrining fitokimia Wilstater dan bathe smith pada daun
kumis kucing positif mengandung senyawa flavonoid flavon dan flavonon. Serta
dari uji KLT nilai Rf diperoleh 0,2.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad.,
S.A., 1986, Kimia Organik Bahan Alam, Kamunika, Jakarta.
Dalimartha,
2005, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, jilid 3, Puspa Swara, Jakarta.
Harborne,
J.B., 1987, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerjemah:Kosasih,
P. dan Iwang Soediro, ITB, Bandung(hal:47-87).
Kawamura, F.,
Shaharuddin, N.A., Sulaiman, O.,Hashim, R., and Ohara, S., 2010, Evaluation on Antioxidant Activity,
Antifungal Activity ant Total Phenol of 11
Comments