STEROIDA
Steroid
terdiri atas beberapa kelompok senyawa dan penegelompokan ini didasarkan pada
efek fisiologis yang diberikan oleh masing-masing senyawa. Kelompok-kelompok
itu adalah sterol, asam- asam empedu, hormon seks, hormon adrenokortikoid,
aglikon kardiak dan sapogenin. Ditinjau dari segi struktur molekul, perbedaan
antara berbagai kelompok steroid ini ditentukan oleh jenis substituen R1 , R2
dan R3 yang terikat pada kerangka dasar karbon. sedangkan perbedaan antara
senyawa yang satu dengan yang lain pada suatu kelompok tertentu ditentukan oleh
panjang rantai karbon R 1, gugus fungsi yang terdapat pada substituen R 1, R 2,
dan R 3, jumlah serta posisi gugus fungsi oksigen dan ikatan rangkap dan
konfigurasi dari pusat-pusat asimetris pada kerangka dasar karbon tersebut.
Asal Usul
Steroida
Percobaan-percobaan
biogenetik menunjukkan bahwa steroid yang terdapat dialam berasal dari
triterpenoid. Steroid yang terdapat dalam jaringan hewan beasal dari
triterpenoid lanosterol sedangkan yang terdapat dalam jaringan tumbuhan berasal
dari triterpenoid sikloartenol setelah triterpenoid ini mengalami serentetan
perubahan tertentu.
Tahap-
tahap awal dari biosintesa steroid adalah sama bagi semua steroid alam yaitu
pengubahan asam asetat melalui asam mevalonat dan skualen (suatu triterpenoid)
menjadi lanosterol dan sikloartenol. Percobaan-percobaan menunjukkan bahwa
skualen terbentuk dari dua molekul farnesil pirofosfat yang bergabung secara
ekor-ekor yang segera diubah menjadi 2,3-epoksiskualen. selanjutnya lanosterol
terbentuk oleh kecenderungan 2,3-epoksiskualen yang mengandung lima ikatan
rangkap untuk melakukan siklisasi ganda. Siklisasi ini diawali oleh protonasi
guigus epoksi dan diikuti oleh pembukaan lingkar epoksida.
Kolesterol
terbentuk dari lanosterol setelah terjadi penyingkiran tiga gugus metil dari
molekul lanosterol yakni dua dari atom karbon C-4 dan satu dari C-14.
Penyingkiran ketiga gugus metil ini berlangsung secara bertahap, mulai dari
gugus metil pada C-14 dan selanjutnya dari C-4. Kedua gugus metil pada kedua
C-4 disingkirkan sebagai karbon dioksida, setelah keduanya mengalami oksidasi
menjadi gugus karboksilat. sedangkan gugus metil pada C-14 disingkirkan sebagai
asam format setelah gugus metil itu mengalami oksidasi menjadi gugus aldehid.
Percobaan
dengan jaringan hati hewan, emnggunakan 2,3 epoksiskualen yang diberi tanda
dengan isotop 180 menunjukkan bahwa isotop 180 itu digunakan untuk pembuatan
lanosterol menghasilkan (180)- lanosterol radioaktif. Hasil percobaan ini
membuktikan bahwa 2,3- epoksiskualen terlibat sebagai senyawa antara dalam
biosintesa steroida. Molekul kolestrol terdiri atas tiga lingkar enam yang
tersusun seperti fenantren dan terlebur dalam suatu ¬lingkar lima. Hidrokarbon
tetrasiklik jenuh yang mempunyai sistem lingkar demikian dan terdiri dari 17
atom karbon sering ditemukan pada banyak senyawa yang tergolong senyawa bahan
alam yang disebut stroida.
Kesimpulan
bahwa lanosterol dan sikloartenol adalah senyawa- senyawa antara untuk sintesa
steroid masing-masing dalam jaringan hewan dan jaringan tumbuhan didasarkan
pada beberapa pengamatan dan percobaan berikut :
1.
Sikloartenol bertanda ternyata digunakan dalam pembentukan steroid tumbuhan
(fitosterol)
2.
Sikloartenol banyak ditemukan dalam tumbuhan sedangkan lanosterol jarang.
3.
Jaringan hati tidak dapat menggunakan sikloartenol sebagai pengganti lanosterol
dalam pembuatan kolesterol dan setroid lainnya.
Tata nama steroid
Sebagaimana
senyawa organik lainnya, tata nama sistematika dari steroid didasarkan pada
struktur dari hidrokarbon steroid tertentu. Dalam pemberian nama steroida,
jenis substituen ditunjukkan sebagaimana biasanya, yaitu memberi nama awalan
atau akhiran pada hidrokarbon induk. Nama hidrokarbon steroid itu ditambahi
awalan atau akhiran yang menunjukkan jenis substituen. Sedangkan, posisi dari
substituen itu ditunjukkan oleh nomor atom karbon, dimana substituen itu
terikat.
Stereokimia
Steroida
Stereokimia
steroida telah diselidiki oleh para ahli kimia dengan menggunakan cara analisa
sinar X dari struktur kristalnya atau cara-cara kimia, Percobaan-percobaan
menunjukkan bahwa konfigurasi dari kerangka dasar steroida.
1. Dari
model molekul menunjukkan bahwa molekul steroida adalah planar (datar). Atom
atau gugus yang terikat pada inti molekul dapat dibedakan atas dua jenis yaitu
: Atom atau gugus yang terletak disebelah atas bidang molekul yaitu pada pihak
yang sama dengan gugus metil pada C10 dan C13 yang disebut konfigurasi.
Ikatan-ikatan yang menghubungkan atom atau gugus ini dengan inti molekul
digambarkan dengan garis tebal
2. Atom
atau gugus yang berada disebelah bawah bidang molekul yang disebut dengan
konfigurasi dan ikatan-ikatannya digam,barkan dengan garis putus-putus.
Sedangkan atom atau gugus yang konfigurasinya belum jelas apakah atau.
Dinyatakan dengan garis bergelombang. Kedua konfigurasi steroida tersebut
mempunyai perbedaan yaitu :
• Pada
konfigurasi pertama, Cincin A dan cincin B terlebur sedemikian rupa sehingga
hubungan antara gugus metil pada C10 dan atom hidrogen pada atom C 5 adalah
trans (A/B trans). Pada konfigurasi ini gugus metil pada C 10 adalah dan atom
hidrogen pada C 5 adalah adalah trans (A/B trans).
• Pada
konfigurasi kedua, peleburan cincin A dan B menyebabkan hubungan antara gugus
metil dab atom hidrogen menjadi Cis (A/B Cis) dan konfigurasi kedua substituen
adalah. Steroida dimana konfigurasi atom C 5 adalah termasuk deret 5.
Pada
kedua konfigurasi tersebut, hubungan antara cincin B/C dan C/D keduanya adalah
trans. Cincin B dan C diapit oleh cincin A dan cincin D sehingga perubahan
konfirmasi dari cincin B dan cincin C sukar terjadi. Oleh karena itu peleburan
cincin B/C dalam semua steroida alam adalah trans Akan tetapi perubahan
konfirmasi dari cincin A dan Cincin B dapat terjadi. Perubahan terhadap cincin
A menyebabkan steroida dapat berada dalam salah satu dari kedua konfigurasi
tersebut. Perubahan terhadap cincin D dapat m,engakibatkan hal yang sama,
sehingga peleburan cincin C/D dapat cis atau trans. Peleburan cincin C/D adalah
trans ditemukan pada hampir sebagian besar steroida alam kecuali kelompok
aglikon kardiak dimana C/D adalah cis.
Pada
semua steroida alam, substituen pada C10 dan C 9 berada pada pihak yang
berlawanan dengan bidang molekul yaitiu trans. Dan juga hubungan antara
sunstituen pada posisi C 8 dan C14 adalah trans kecuali pada senyawa-senyawa
yang termasuk kelompok aglikon kardiak.
Dengan
demikian, stereokimia dari steroida alan mempunyai suatu pola umum, yaitu
substituen-substituen pada titik-titik temu dari cincin sepanjang tulang
punggung molekul yaitu C-5-10-9-8-14-13 mempunyai hubungan trans.
Sifat-sifat
steroida sama seperti senyawa organik lainnya, yaitu reaksi-reaksi dari
gugus-gugus fungsi yang terikat pada molekul steroida tersebut. Misalnya, gugus
3-hidroksil menunjukkan semua sifat dari alkohol sekunder, tak ubahnya seperti
ditunjukkan oleh 2-propanol. Gugus hidroksil ini dapat diesterifikasi untuk
menghasilkan ester atau dioksidasi dengan berbegai oksidator yang menghasilkan
suatu keton. Karena bentuk geometri gugus 3-hidroksil sedikit berbeda dengan
sifat-sifat gugus hidroksil yang terikat pada posisi lain. Karena faktor
geometri maka gugus 3-hidroksil memperlihatkan sifat yang sidikit berbeda
dengan 3- hidroksil, yaitu gugus 3-hidroksil lebih sukar mengalami dehidrasi
dibandingkan dengan gugus 3-hidroksil walaupun prinsip dari reaksi yang terjadi
adalah sama.
Kestabilan
steroida ditentukan oleh interaksi 1,3 yang terjadi antara suatu gugus fungsi
yang berorientasi aksial dan molekul akan lebih stabil apabila sebagian besar
gugus fungsi berorientasi ekuatorial. Laju reaksi juga ditentukan oleh faktor
sterik, tanpa kecuali gugus hidroksi ekuatorial lebih mudah diesterifikasi dari
pada gugus aksial. Akan tetapi gugus fungsi aksial lebih mudah dioksidasi dari
pada gugus hidroksil yang ekuatorial.
Laju
reaksi juga ditentukan oleh faktor sterik, tanpa kecuali gugus hidroksi
ekuatorial lebih mudah diesterifikasi dari pada gugus aksial. Akan tetapi gugus
fungsi aksial lebih mudah dioksidasi dari pada gugus hidroksil yang ekuatorial.
II.2.
Sifat Fisika dan Sifat Kimia Terpen
Sifat
Fisika Terpen
1. Berat
Jenis Terpen
Berat
jenis komponen terpen teroksigenasi lebih besar dibandingkan dengan terpen tak
teroksigenasi.
2. Indeks
bias terpen
Semakin
panjang rantai senyawa terpen, semakin besar pula indeks biasnya. Semakin
banyak komponen berantai panjang seperti sesquiterpen atau komponen bergugus
oksigen dalam senyawa terpen tersebut, maka kerapatan medium (terpen) akan
bertambah sehingga cahaya yang datang akan lebih sukar untuk dibiaskan. Hal ini
menyebabkan indeks bias terpen lebih besar.
yang
tidak mempunyai gugus fungsional.
3.
Monoterpena dan sesquiterepena bersifat mudah menguap (C10 dan C15), diterpena
menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40).
4. Berupa
senyawa berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi.
Sifat
Kimia Terpen
3.
Kelarutan dalam Alkohol
Persenyawaan
terpen teroksigenasi lebih mudah larut daripada yang mengandung terpen. Makin
tinggi kandungan terpen makin rendah daya larutnya atau makin sukar larut,
karena senyawa terpen tak teroksigenasi merupakan senyawa nonpolar.
2. Reaksi
–reaksi Terpen yaitu :
-
α-pinene dihidrpgenasi akan menghasilkan Terpineol, dihidrogenasi kembali akan
menghasilkan Dihydroterpineol, kemudian apabila di esterifikasi akan
menghasilkan Dihydroterphinyl acetate.
-
α-pinene dioksidasi akan menghasilkan Verbenone
- Apabila
l-n menthol direaksikan pada temperatur yang tinggi maka senayawa ini akan
mengalami proses isomerisasi.
METODE PEMBUATAN EMULSI
METODE PEMBUATAN EMULSI
Comments