BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Sistem endokrin
terdiri dari kelenjar yang tidak mempunyai duktus yang mengeluarkan hormon ke
dalam aliran darah. Hormon adalah substasi kimia yang di buat dari asam amino
dan kolesterol yang bekerja pada jaringan tubuh dan organ dan mempengaruhi
aktivitas selular. Hormon dapat dibagi menjadi dua kelompok : (1) protein atau
peptida kecil,dan (2) steroid. Hormon dari kelenjar adrenal dan gonad adalah
hormon steroid; lainnya adalah hormon protein. Kelenjar endokrin mencakup
pituitari (hipofisis), tiroid, paratiroid, adrenal, gonad, dan pankreas.
Kelenjar Pituitari
Kelenjar
pituitari, atau hipofisis, terletak pada dasar otak, memiliki dua lobus,
pituitari anterior (adenohipofisis) dan pituitari posterior (neurohipofisis).
Kelenjar pituitari anterior di sebut master gland, karena mennsekresikan
hormon-hormon kelenjar target,termasuk tirod, paratiroid, adrenal, dan gonad.
Kelenjar pituitari posterior mensekresikan dua neurohormon, hormon antidiuretik
(ADH) atau vasopresin, dan oksitosin.
Kelenjar pituitari anterior
Hormon pituitari
anterior adalah (1) Thyiroid-stimulating hormone (TSH), (2) adrenocortikotropik
hormone (ACTH), dan (3) Gonadotropin (follicle-stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH) ). Hormon-hormon ini mengendalikan pembentukan dan
pelepasan hormon-hormon dari tiroid, adrenal, dan ovarium. Hormon-hormon lain
yang disekresi oleh pituitari anterior (Adenohopofisis) mencakup growth hormone
(GH), prolactin, dan melanocyte-stimulating hormone (MSH). Jumlah sekresi tiap
hormon oleh pituitari anterior di atur oleh suatu sistem umpan balik negatif.
Jika hormon disekresikan oleh kelenjar target berlebihan, pelepasan hormon dari
pituitari anterior akan tertekan. Jika ada kekurangan sekresi hormon dari kelenjar
target, maka akan ada peningkatan hormon pituitari anterior yang berkaitan.
Thyroid Stimulating
Hormone
Kelenjar
pituitari anterior mensekresikan Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) sebagai respon dari thyroid releasing hormone.
(TRH) dari hipotalamus. TSH, atau Thyrotropic hormone, merangsang pelepasan
levotiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) dari kelenjar tiroid. Hipersekresi
TSH dapat menyebabkan hipertiroidisme dan pembesaran tiroid, dan hiposekresi
dapat menimbulkan hipotiroidisme. Kadar serum TSH harus diperiksa untuk
menentukan apakah ada kekurangan atau kelebihan TSH. Kadar TSH dan T4 sering di
ukur untuk membedakan disfungsi pituitari dari tiroid. Berkurangnya kadar T4
dan kadar TSG normal atau meningkat dapat menunjukkan adanya gangguan tiroid.
Adrenocortikotropik
Hormon
Sekresi
Adrenokortikotropic hormone (ACTH) terjadi sebagai jawaban terhadap
corticotrophin releasing factor (CRF) dari hipotalamus. ACTH dari pituitari
anterior merangsang pelepasan glukokortikoid (kortisol), mineralokortikoid (aldosteron),
dan adrogen dari korteks adrenal (kelenjar adrenal). Peningkatan serum kortisol
dari korteks adrenal menghambat pelepasan ACTH dan CRH. Jika kadar kortisol
rendah, sekresi ACTH dirangsang yang kemudian merangsang korteks adrenal untuk
melepaskanlebih banyak kortisol. Lebih banyak ACTH dilepaskan pada pagi hari
daripada malam hari.
Hormon Gonadotropik
Hormon
Gonadotropik mengatur sekresi hormone dari ovarium dan testes (gonad). Follicle
stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH), dan prolactin merupakan
hormon-hormon gonadotropik yang disekresi oleh kelenjar pituitari anterior. FSH
mempercepat pematangan folikel ovarium dan mengaktifkan produksi sperma dari
testis. LH bergabung dengan FSH dalam pematangan dan produksi estrogen dan mempercepat
sekresi androgen dari testis. Prolaktin merangsang pembentukan susu dalam
jaringan payudara sesudah melahirkan. Estrogen , progesteron , dan testosteron
berturut-turut dibahas pada Bab 38,39, dan 41.
Growth Hormone ( Hormon
Pertumbuhan )
Growth
hormone (GH) atau somatotropic hormone (STH), bekerja pada semua jaringan
tubuh, terutama pada tulang dan otot-otot skeletal. Jumlah GH yang disekresi
diatur oleh growth hormone releasing hormone (GHRH) dan growth hormone
inhibiting hormone (GHIH, atau somatostatin)dari hipotalamus. Simpatomimetik,
serotonim, dan glukokortikoid dapat menghambat sekresi GH.
Kelenjar Pituitari
Posterior
Kelenjar
pituitari posterior (neurohipofisis) mensekresi antidiuretic hormone (ADH)
Pertumbuhan
dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan empat mekanisme :
yaitu sumbu hipotalamus-hipofisis-tiroid klasik, dimana hormon
pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintetis dan pelepasan dari
hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang kemudian pada
gilirannya merangsang sekresi hormon dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid;
kemudian deiodiniase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T3 dan
T4; autoregulasi dari sintetis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam
hubungannya dengan suplai iodinennya; dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi
tiroid oleh autoantibodi reseptor TSH. Pengelolaan kelainan kelanjar tiroid
dilakukan dengan menguji kadar hormon TSH dan tiroksin bebas, didasari atas
patofisiologi yang terjadi, sehingga akan didapatkan pengelolaan menyeluruh.
Diagnosis dari penyekit tiroid telah banyakdisederhanakan dengan
dikembangkannya assay yang peka untuk TSH dan tiroksin bebas. Suatu peningkatan
TSH dan Tiroksin bebas yang rendah menetapkan diagnosis dari hipotiroidesme,
dan TSH yang tersupresi dan FT4 yang menetapkan giagnosis dari hipertirodeisme.
1.2 Tujuan
Setelah membaca
makalah ini, diharapkan mampu memahami :
v Memahami defenisi,fisiologi,patofisiologi dan diagnosa dari gangguan tiroid.
v Memahami terapi-terapi dan pengobatan untuk gangguan tiroid.
v Memahami defenisi,fisiologi,patofisiologi dan diagnosa dari
diabetes melitus.
v Memahami terapi-terapi dari pengobatan untuk diabtes melitus.
BAB II
PEMBAHASAN
1.3 DEFINISI
Gangguan
tiroid mencakup berbagai kondisi penyakit yang mempegaruhi produksi atau
sekresi hormon tiroid yang menyebabkan perubahan stabilitas metabolik. Kelainan
tiroid memberikan pengaruh ke hampir seluruh tubuh karena hormon tiroid
mempengaruhi banyak organ. Hipertiroid dan hipotiroid adalah sindroma klinik
dan biokimia yang muncul dari peningkatan dan penurunan produksi hormon tiroid.
1.4 FISIOLOGI
·
Hormon tiroid, tiroksin (T4)
dan triiodotironin (T3) dibentuk pada tiroglobulin, suatu
glikoprotein besar yang disintesis dalam sel tiroid. Iodida inorganik memasuki
sel folikel tiroid dan dioksidasi oleh tiroid peroksidase dan terikat
secara kovalen ke residu tirosin dari tiroglobulin.
·
Residu tiroid teriodinase,
monoiodotirosin (MIT) dan diioditirosin (DIT) bergabung membentuk iodotironin
dalam reaksi yang dikatalisa oleh tiroid peroksidase. DIT dan DIT membentuk T4,
sedang MIT dan DIT membentuk T3.
·
Hormon tiroid dilepaskan ke aliran
darah dengan proteolisis dalam sel tiroid. T4 dan T3
ditranspor ke aliran darah oleh tiga protein: thyroid-binding globulin (TBG),
thyroid-binding prealbumun (TBPA), dan albumin. Hanya hormon tiroid bebas (tak
terikat) yang mampu masuk ke sel, menimbulkan efek biologis, dan mengatur
sekresi thyroid stimulating hormone (TSH) dari kelenjar pituitari.
·
T4 disekresi hanya pada
kelenjar tiroid, tapi <20% T3 diproduksi disana; mayoritas T3
dibentuk dari pemecahan T4 yang dikatalisa enzim 5’-monodeiodinase
yang ditemukan di jaringan perifer. T3 sekitar tiga sampai lima kali
lebih aktif dari T4.
·
T4 bisa juga bereaksi
dengan 5’-monodeiodinase membentuk reverse T3 yang tidak mempunyai
aktifitas biologis yang signifikan.
·
Produksi hormon tiroid diatur oleh
TSH yang disekresi pituitari anterior, yang lalu berada di bawah kontrol
negative feedback oleh hormon tiroid bebas di sirkulasi dan pengaruh
positif dari hypothalamic thyrotropin-releasing hormone (TRH). Produksi hormon
tiroid juga diatur oleh deiodinasi ekstratiroid T4 menjadi T3
yang bisa dipengaruhi nutrisi, hormon non-tiroid, obat-obatan dan penyakit.
·
Tirotoksikosis (Hipertiroid)
1.5 PATOFISIOLOGI
- Tirotoksikosis muncul ketika jaringan terpapar T4
atau T3, atau keduanya.
- Tumor pituitari-pensekresi-TSH melepaskan hormon
yang aktif secara biologis yang tidak merespon kontrol feedback normal.
Tumor bisa menghasilkan prolaktin atau hormon pertumbuhan; sehingga pasien
bisa mengalami amenorrhea, galacthorrea atau akromegali.
- Pada penyakit Grave, hipertiroid muncul dari aksi
thyroid-stimulating antibodies (TSAb) terhadap reseptor tirotropin pada
permukaan sel tiroid. Antibodi Imunoglobulin G (IgG) ini terikat ke
reseptor dan mengaktifkan enzim adenilat siklase dengan cara yang sama
dengan TSH.
- Nodul tiroid otonom (toxic adenoma) adalah massa
tiroid terpisah yang kerjanya bebas dari kontrol pituitari. Hipertiroid
biasanya muncul dengan nodule lebih besar (yaitu, dengan diameter lebih
dari 4 cm).
- Pada multinodul gondok (penyakit Plummer),
folikel dengan fungsi otonom tinggi berada diantara folikel normal atau
bahkan folikel yang tidak berfungsi. Tirotoksikosis terjadi ketika folikel
otonom menghasilkan hormon tiroid lebih banyak dari yang dibutuhkan.
- Tiroiditis subakut yang sangat nyeri (DeQuervain)
dipercaya disebabkan invasi viral pada parenkim tiroid.
- Tiroiditis tanpa rasa sakit (‘sunyi’, limfositik,
postpartum) adalah penyebab umum tirotoksikosis; etiologinya masih belum
dipahami dan bisa jadi heterogen.
- Tirotoksikosis faktitia adalah hipertiroid yang
dihasilkan oleh konsumsi hormon tiroid eksogen. Ini bisa terjadi ketika
hormon tiroid digunakan untuk indikasi yang tidak sesuai, ketika dosis berlebih
digunakan, atau ketika digunakan secara rahasia oleh pasien.
- Amiodaron bisa
merangsang tirotoksikosis atau hipotiroid. Agen ini menghambat
5’-deiodinase tipe I, menyebabkan pengurangan konversi T4
menjadi T3, dan pelepasan iodin dari obat bisa menyebabkan
kelebihan iodin. Amiodarone juga menyebabkan tiroiditis desktruktif dengan
hilangnya tiroglubulin dan hormon tiroid.
1.6 MANIFESTASI KLINIS
- Simptom tirotoksikosis termasuk gugup, emosi
labil, mudah pingsan, tidak tahan terhadap panas, turunnya berat bersamaan
dengan peningkatan nafsu makan, peningkatan frekeuensi pergerakan
intestinal, palpitasi (=denyut jantung yang cepat dan tidak teratur),
kelemahan pada otot proksimal (bisa terlihat saat menaiki tangga atau
bangkit dari posisi duduk), dan menstruasi tidak teratur serta
kuantitasnya kecil.
- Tanda- tanda fisik dari tirotoksikosis bisa
termasuk rasa hangat, kulit lembab dan kondisi rambut yang tidak biasanya
bagus; lepasnya ujung kuku tangan (onycholysis); retraksi (tertarik)
kelopak mata dan kelopak mata atas masuk ke dalam rongga jika memandang ke
bawah (lid lag); takikardi sewaktu istirahat; tekanan pulsa yang melebar,
dan murmur (suara pelan, bisikan) dari ejeksi sistolik; terkadang
ginekomasti pada pria; getaran pada lidah yang terjulur dan tangan yang
direntangkan; dan refleks tendon dalam yang hiperaktif.
- Penyakit Grave manifestasinya berupa hipertiroid,
pembesaran difus tiroid, dan temuan ekstratiroidal exophthalmos (= gerakan
bola mata abnormal), pretibial myxedema, dan thyriod acropachy. Kelenjar
tiroid biasanya membesar secara difus, dengan permukaan halus dan
konsistensi dari lunak sampai keras. Pada penyakit yang parah, bisa
dirasakan getaran melalui stetoskop pada kelenjar.
- Pada tiroiditis subakut, keluhan pasien
akan sakit yang parah pada area tiroid, seringkali menyebar ke
telinga di sisi yang sama. Demam ringan umum terjadi, dan terlihat tanda
sistemik serta simtom tirotoksikosis. Kelenjar tiroid terasa padat lunak
pada pemeriksaan fisik.
- Tiroiditis ‘sunyi’ mempunyai rangkaian trifasik
yang meniru tiroiditis subakut. Kebanyakan pasien merasakan simtom
tirotoksik ringan; retraksi kelopak mata dan lid lag terjadi tapi
exophthalmos tidak. Kelenjar tiroid bisa membesar secara difus, tapi
pelunakan tiroid tidak terjadi.
- Badai tiroid adalah kondisi darurat yang
mengancam jiwa yang ditandai dengan tirotoksikosis parah, demam tinggi
(seringkali >1030F), takikardi, takipnea (=bernafas
dengan sangat cepat), dehidrasi, delirium, koma, mual, muntah, dan
diare. Faktor pencetus termasuk infeksi, trauma, operasi, perawatan dengan
iodine radioaktif, dan penghentian obat antitiroid.
1.7 DIAGNOSA
- Peningkatan radioactive iodine uptake, RAIU
(asupan iodin radioaktif) merupakan indikasi hipertiroid sejati; kelenjar
tiroid pasien memproduksi T4, T3, atau keduanya
(RAIU normal 10-30%) berlebih. Sebaliknya, RAIU rendah mengindikasikan
bahwa hormon tiroid berlebih bukan merupakan konsekuensi dari hiperfungsi
kelenjar tiroid.
- Hipertiroid yang diinduksi TSH didiagnosa dengan
adanya hipermetabolisme perifer, pembesaran difus kelenjar tiroid,
peningkatan hormon tiroid bebas, dan peningkatan konsentrasi serum
imunoreactif TSH. Karena kelenjar pituitari sangat sensitif bahkan
terhadap peningkatan kecil dari T4, TSH yang terdeteksi pada
pasien tirotoksik mengindikasikan produksi TSH yang tidak semestinya.
- Adenoma pituitari-pensekresi-TSH didiagnosa
dengan kurangnya respon terhadap stimulasi TRH, peningkatan jumlah TSH
α-subunit, dan pencitraan radiologi.
- Pada tirotoksik penyakit Grave, ada peningkatan
secara umum pada laju produksi hormon dengan peningkatan T3
yang tidak proporsional dengan T4 (Tabel 18-1). Kejenuhan TBG
meningkat karena peningkatan serum T4 dan T3, yang
dtandai dengan peningkatan asupan resin T3. Sebagai hasil,
konsentrasi T4bebas, T3bebas dan index T3
dan T4 bebas meningkat bahkan lebih tinggi serum T4
total yang terukur, dan konsentrasi T3. Jumlah TSH tidak
terdeteksi karena negative feedback oleh peningkatan level hormon tirois
di pituitari. Diagnosa tirotoksikosis dikonfirmasi oleh pengukuran konsentrasi
serum T4, asupan resin T3 (atau T4
bebas), dan TSH. Peningkatan RAIU 24 jam (diperoleh pada individu yang
tidak hamil) membuktikan bahwa kelenjar tiroid menyalahgunakan iodin untuk
memproduksi hormon tiroid ketika pasien tirotoksik.
- Toxic adenoma bisa menyebabkan hipertiroid dengan
nodula yang lebih besar. Karena ada banyak peningkatan serum T3
dari nodul otonom, level T3 harus diukur untuk memastikan
toksikosis T3 bukan merupakan penyebab jika level T4
normal. Setelah pembuktian (menggunakan radioiodine scan) toxic thyroid
adenoma mengumpulkan iodin lebih banyak dari jaringan disekitarnya, fungsi
independen dibuktikan dengan kegagalan nodule otonom untuk menurunkan
asupan iodin selama pemberian T3 eksogen.
- Pada goiter multinodula, thyroid scan akan menunjukkan
daerah kecil jaringan tiroid yang berfungsi otonom.
- RAIU yang rendah mengindikasikan bahwa hormon
tiroid berlebih bukan merupakan konsekuensi hiperfungsi kelenjar tiroid.
Ini bisa dilihat pada tiroiditis subakut, tiroiditis ‘sunyi’, struma ovarii,
kanker folikular, dan konsumsi hormon troid eksogen.
- Pada tiroiditis subakut, uji fungsi tiroid
umumnya melakukan rangkaian trifasik pada penyakit ini. Awalnya, level
serum tiroksin naik karena pelepasan hormon tiroid preformed (belum
terbentuk sempurna) dari folikel yang hancur. RAIU 24 jam selama waktu ini
adalah kurang dari2% karena inflamasi tiroid dan supresi TSH oleh
peningkatan level tiroksin. Dengan perjalanan penyakit, cadangan hormon
intratiroidal habis, dan pasien menjadi sedikit hipotiroid dengan
peningkatan TSH yang sesuai. Selama fase pemulihan, cadangan hormon tiroid
kembali normal dan peningkatan serum TSH secara bertahap turun ke normal.
- Selama fase tirotoksik dari tiroiditis ‘sunyi’
RAIU 24 jam ditekan sampai kurang dari 2%. Antibodi antitiroglobulin
dan antimikrosomal meningkat pada lebih dari 50% pasien.
- Tirotoksikosis faktitia bisa dicurigai pada
pasien tirotoksik tanpa ophthalmopathy infiltratif atau pembesaran tiroid.
RAIU rendah karena fungsi kenjar tiroid ditekan oleh hormon tiroid
eksogen. Pengukuran plasma tiroglobulin menunjukkan jumlah yang sangat
kecil.
II. TERAPI
1.8
Pendekatan Umum
Tujuan
perawatan hipertiroid adalah menormalkan produksi hormon tiroid; mengurangi
simtom dan konsekuensi jangka panjang; dan memberikan terapi individual
berdasar tipe dan keparahan penyakit, usia pasien dan kelamin, adanya kondisi
non-tiroid, dan respon terhadap terapi sebelumnya.Tujuan perawatan hipotiroid
adalah menormalkan konsentrasi hormon tiroid di jaringan, mengurangi simtom,
mencegah defisit neurologik pada bayi yang baru lahir dan anak, dan memulihkan
abnormalitas biokimia pada hipertiroid.
1.9 TERAPI NON-FARMAKOLOGI
- Operasi Pengangkatan kelenjar tiroid adalah
penanganan untuk nodul, goiter/gondok
yang sudah besar, dan pasien yang dikontraindikasikan untuk
tionamida (yaitu, alergi atau efek samping) dan RAI (yaitu kehamilan).
- Jika direncanakan tiroidektomi, PTU atau metimazol
biasanya diberikan sampai pasien euthyroid secara biokimia (biasanya 6-8
minggu), diikuti penambahan iodida (500 mg.hari selama 10-14 hari) sebelum
operasi untuk menurunkan vaskularitas kelenjar. Levotiroksinbisa
ditambahkan untuk menjaga kondisi eutiroid sementara tionamida
dilanjutkan.
- Propanolol telah
digunakan selama beberapa minggu sebelum operasi dan 7-10 hari setelah
operasi untuk menjaga denyut <90 denyut per menit. Kombinasi
pretreatment dengan propanolol dan 10-40 hari kalium iodida juga telah
diajukan.
- Komplikasi operasi termasuk serangan ulang
hipertiroid atau hipertiroid yang bertahan (0,6-0,8%), hipotiroid (sampai
49%), hipoparatiroid (sampai 4%), dan gangguan/abnormalitas pita suara (sampai 5%). Frekuensi kemunculan
hipotiroidis me membutuhkan pemantauan secara periodik untuk
identifikasi dan penanganan.
2.0 TERAPI FARMAKOLOGI
KARBIMAZOL
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : zat pengganti yang bersifat menghambat
tidak boleh diberikan pada kehamilan
dan menyusui
Dosis : #Dewasa Terapi
konservatif hipertiroid
Regimen dosis pertama : Untuk menghambat produksi hormon tiroid secara komplit 25 - 40 mg/hari. Maksimal : 40 mg dosis tunggal, tergantung pada keparahan penyakit.
Pemeliharaan : 5 - 20 mg/20 mg/hari (dosis ini biasanya memerlukan pemberian tambahan hormon tiroid). Regimen dosis kedua: Pada terapi tunggal dengan Thyrozol, dosis tergantung pada aktivitas metabolik. Dosis biasanya 2,5 - 10 mg/hari.
# Persiapan operasi untuk segala jenis hipertiroid : Untuk memperoleh aktivitas metabolik normal dari kelenjar tiroid : terapi sama dengan diatas. Lakukan operasi segera setelah aktivitas metabolik normal diperoleh. Cara lainnya, diberikan tambahan hormon tiroid. Selama 10 hari terakhir sebelum operasi, yodium harus diberikan untuk memperkuat jaringan tiroid.
# Pengobatan sebelum terapi radioiodin : Untuk memperoleh aktivitas metabolik normal dari kelenjar tiroid, lakukan terapi seperti diatas. Dosis radioiodin yang lebih tinggi mungkin diperlukan.
# Anak
Awal: 0,3 - 0,5 mg berat badan/hari. Pemeliharaan : 0,2 - 0,3 mg/kg berat badan/hari. Terapi tambahan dengan hormon tiroid mungkin diperlukan.
Ibu hamil : 2,5 -1 0 mg/hari tanpa pemberian hormon tiroid.
Regimen dosis pertama : Untuk menghambat produksi hormon tiroid secara komplit 25 - 40 mg/hari. Maksimal : 40 mg dosis tunggal, tergantung pada keparahan penyakit.
Pemeliharaan : 5 - 20 mg/20 mg/hari (dosis ini biasanya memerlukan pemberian tambahan hormon tiroid). Regimen dosis kedua: Pada terapi tunggal dengan Thyrozol, dosis tergantung pada aktivitas metabolik. Dosis biasanya 2,5 - 10 mg/hari.
# Persiapan operasi untuk segala jenis hipertiroid : Untuk memperoleh aktivitas metabolik normal dari kelenjar tiroid : terapi sama dengan diatas. Lakukan operasi segera setelah aktivitas metabolik normal diperoleh. Cara lainnya, diberikan tambahan hormon tiroid. Selama 10 hari terakhir sebelum operasi, yodium harus diberikan untuk memperkuat jaringan tiroid.
# Pengobatan sebelum terapi radioiodin : Untuk memperoleh aktivitas metabolik normal dari kelenjar tiroid, lakukan terapi seperti diatas. Dosis radioiodin yang lebih tinggi mungkin diperlukan.
# Anak
Awal: 0,3 - 0,5 mg berat badan/hari. Pemeliharaan : 0,2 - 0,3 mg/kg berat badan/hari. Terapi tambahan dengan hormon tiroid mungkin diperlukan.
Ibu hamil : 2,5 -1 0 mg/hari tanpa pemberian hormon tiroid.
Interaksi : Defisiensi yodium bertambah,
Yodium yang berlebihan akan mengurangi respons kelenjar tiroid terhadap
Thyrozol.
Efek samping : ruam kulit, urtikaria, nyeri sendi,
demam, nyeri tenggorokan,
agranulositosis, sakit kepala, gejala mirip LE, hepatitis
Sediaan beredar : neo-mecarzole nicholas
PROPILTIOURASIL (PTU)
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : zat pengganti yang bersifat menghambat
tidak boleh diberikan pada kehamilan
dan menyusui
Dosis : untuk anak-anak 5-7
mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari, dosis terbagi setiap 8 jam.
Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis terbagi setiap 8 jam. untuk hipertiroidisme
berat 450 mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan 600-900
mg/hari; dosis pelihara 100-150 mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam.
Dosis untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)
Interaksi : Obat hipertiroidisme dapat meningkatkan afinitas antikoagulan pada
reseptornya. Pada penderita hipertiroid, katabolisme dari faktor pembeku darah
ditingkatkan (II, VII, IX dan X) sehingga efek antikoagulan
meningkat. Akibatnya : resiko pendarahan meningkat.
Efek samping : ruam kulit, urtikaria, nyeri sendi,
demam, nyeri tenggorokan,
agranulositosis, sakit kepala, gejala mirip LE, hepatitis, Ada kecendrungan
pendarahan
Sediaan beredar : Propilthiouracil Generik
KALIUM IODIDA
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi :Tirotoksikosis
Dosis : Dewasa : 2 tablet
potassium iodida dosis tunggal
Anak dan remaja :1 tablet potassium iodida dosis tunggal
Infant (bayi berumur sampai 23bulan) : 1/2 tablet potassium iodida dosis tunggal
Neonatus (bayi yang baru lahir - umur 28 hari): 1/4 tablet dihancurkan, dosis tunggal
Anak dan remaja :1 tablet potassium iodida dosis tunggal
Infant (bayi berumur sampai 23bulan) : 1/2 tablet potassium iodida dosis tunggal
Neonatus (bayi yang baru lahir - umur 28 hari): 1/4 tablet dihancurkan, dosis tunggal
Interaksi : Obat hipertiroidisme dapat meningkatkan afinitas antikoagulan pada
reseptornya. Pada penderita hipertiroid, katabolisme dari faktor pembeku darah
ditingkatkan (II, VII, IX dan X) sehingga efek antikoagulan
meningkat. Akibatnya : resiko pendarahan meningkat.
Efek samping : reaksi hipersensitivitas( kemerahan
kulit, demam obat, rinitis, konjungtif), pembengkakan kelenjar ludah, iodisme
(rasa logam, terbakar pada mulut dan tenggorokan, sakit gigi dan gusi, simptom
kepala dingin, dan kadang- kadang gangguan pada lambung dan diare), dan
ginekomastia
Sediaan beredar : Joodkali kimia farma
TIAMAZOL
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : hipersensitivitas
Dosis : untuk pemblokiran total
produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus ringan 10 mg (2 x sehari); kasus
berat 20 mg (2 x sehari); setelah fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis
perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 – 10 mg/hari.
Interaksi : Obat hipertiroidisme dapat meningkatkan afinitas antikoagulan pada
reseptornya. Pada penderita hipertiroid, katabolisme dari faktor pembeku darah
ditingkatkan (II, VII, IX dan X) sehingga efek antikoagulan
meningkat. Akibatnya : resiko pendarahan meningkat.
Efek samping : alergi kulit, perubahan pada sel darah,
pembengkakan pada kelenjar ludah.
Sediaan beredar : Thyrozol (merck)
GARAM TIROKSIN
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : Tirotoksikosis
Dosis : Takaran yang dianjurkan untuk dewasa dalam
sehari adalah 150 mkg. Wanita hamil dan menyusui memerlukan 72-200 mkg yodium.
1-3 tahun 70 mkg 4-6 tahun 90 mkg, 7-10tahun 120 mkg 11 tahun keatas 150 mkg.
1-3 tahun 70 mkg 4-6 tahun 90 mkg, 7-10tahun 120 mkg 11 tahun keatas 150 mkg.
Interaksi :Lihat interaksi (tiroksin)
Efek samping : aritmia, gelisah, tremor, sakit kepala,
berkeringat, muka merah, berat badan turun, insomnia, nyeri angina, otot lemah
Sediaan beredar : Thyrax organon indonesia
LEVOTIROKSIN
Indikasi : hipertiroidisme
Kontraindikasi : zat pengganti yang bersifat menghambat
tidak boleh diberikan pada kehamilan
dan menyusui
Dosis : 0-6 bulan = 8-10 mikrogram/kg/hr ,7-11 bulan
= 6-8 mikrogram/kg/hr, 1-5 tahun= 5-6
mikrogram/kg/hr, 6-10 tahun= 3-4 mikrogram/kg/hr, 11-22 tahun= 2-3
mikrogram/kg/hr,dewasa = 1-2 mikrogram/kg/hr
Interaksi : kolestiramin, kalsium karbonat,
sukralfat, aluminium hidroksida,ferri sulfat, formula kacang kedelai, dan
suplemen makanan serat dapat mempengaruhi absorbsi levotiroksin dari saluran
gastrointestinal. Obat yang dapat meningkatkan T4 nondeiodinatif adalah
rifamfisin, karbamazepin, dan fenitoin. Amiodaron dapat menghambat perubahan T4
menjadi T3.
Efek samping : kegagalan jantung, angina pektoris, dan
infark miokardiak. Reaksi alergi dapat
muncul dengan sediaan yang diperoleh dari hewan. Kelebihan hormon tiroid
eksogen dapat menurunkan densitas tulang dan meningkatkan resiko patah tulang.
Sediaan beredar :
Euthyrox merck
PENGOBATAN
Thiourea
(Thionamide)
- Propylthiouracil (PTU)
dan methimazole (MMI) mem-block sintesis hormon tiroid dengan
inhibisi sistem enzim peroksidase dari kelenjar tiroid, sehingga mencegah
oksidasi iodida dan berkutnya penyertaan membentuk iodotirosin dan
akhirnya iodotironin (‘organifikasi’), dan dengan inhibisi penggabungan
MIT dan DIT membentuk T4 dan T3. PTU (tapi bukan
MMI) juga meng-inhibit perubahan perifer dari T4 menjadi T3.
- Contoh dosis awal termasuk PTU 300-600 mg sehari
(biasanya dalam tiga sampai empat dosis terbagi) atau MMI 30-60 mg sehari
dalam tiga dosis terbagi. Terdapat bukti bahwa kedua obat bisa diberikan
dalam dosis harian tunggal.
- Perbaikan pada simtom dan abnormalitas
laboratorium semestinya muncul dalam 4-8 minggu, sewaktu dosis bisa
diturunkan menjadi dosis penjagaan. Perubahan dosis sebaiknya dilakukan
tiap bulan karena T4 endogen akan mencapai kondisi tunak dalam
interval ini. Dosis penjagaan harian adalah PTU 50-300 mg dan MMI 5-30 mg.
- Terapi obat antitiroid sebaiknya dilanjutkan
sampai 12-24 bulan untuk memicu remisi jangka panjang.
- Pasien sebaiknya diawasi tiap 6-12 bulan setelah
remisi. Jika terjadi serangan ulang, terapi alternatif dengan radioactive
iodine (RAI) disukai sebagai rangkaian obat antitiroid kedua, karena
terapi lanjutan biasanya jarang memicu remisi.
- Efek samping minor termasuk pruritic
maculopapular, arthralgia (= sakit pada persendian), demam, dan lukopenia
ringan (hitung darah putih <4000/mm3). Thiourea alternatif
bisa dicoba pada situasi ini, tapi cross-sensitivity (reaksi
sensitivitas antar obat) terjadi pada 50% pasien.
- Efek samping mayor termasuk agranolusitosis
(dengan demam, merasa lemah, gingivitis, infeksi oropharyngeal, dan hitung
granulosit <250/mm3), anemia aplastik, sindroma
seperti-lupus, polymyositis (= kondisi yang ditandai inflamasi dan
degenerasi dari otot skelet), intoleransi saluran cerna, hepatotoksisitas,
dan hipoprotrombinemia. Agranulositosis, jika terjadi, selalu terjadi
dalam tiga bulan pertama terapi; pengawasan rutin tidak dianjurkan karena
onset yang mendadak. Pasien yang telah merasakan efek samping mayor
terhadap salah satu thiourea sebaiknya tidak beralih ke obat lain karena cross-sensitivity
(reaksi sensitivitas antar obat).
Iodida
- Iodida sebenarnya menghalangi
pelepasan hormon tiroid, inhibit biosintesis hormon tiroid dengan
menghalangi penggunaan iodida intratiroid, dan menurunkan ukuran dan
vaskularitas kelenjar.
- Perbaikan simtom terjadi dalam 2-7 hari sejak
memulai terapi, dan konsentrasi serum T3 dan T4
bisa berkurang selama beberapa minggu.
- Iodida sering digunakan sebagai terapi tambahan
untuk menyiapkan pasien dengan penyakit Grave sebelum menjalani operasi,
untuk menginhibisi pelepasan hormon tiroid dan dengan cepat mencapai
keadaan euthyroid (= kelenjar tiroid berfungsi normal) pada pasien yang
sangat tirotoksik dengan dekompensasi kardia, atau untuk meng-inhibit
pelepasan hormon tiroid setelah terapi RAI.
- Kalium iodida
tersedia sebagai larutan jenuh (SSKI, 38 mg iodida per tetes) atau larutan
Lugol, mengandung 6,3 mg iodida per tetes (Tabel 18-2).
- Dosis awal tipikal SSKI adalah 3-10 tetes tiap
hari (120-400 mg) dalam air atau jus. Ketika digunakan untuk mempersiapkan
pasien sebelum operasi, sebaiknya diberikan 7-14 hari sebelum operasi.
- Sebagai pelengkap RAI, SSKI sebaiknya tidak
digunakan sebelum tapi sebaiknya 3-7 hari setelah perawatan dengan RAI
sehingga radioactive iodine bisa terkumpul di tiroid.
- Efek samping termasuk reaksi hipersensitivitas
(kulit kemerahan, drug fever, rhinitis [= inflamasi membran mukosa
hidung], conjunctivitis); pembengkakan kelenjar ludah, ‘iodisme’ (rasa logam,
mulut dan tenggorokan terbakar, nyeri pada gigi dan gusi, simtom head
cold, dan terkadang gangguan perut dan diare); dan ginekomasti.
Penghambat
Adrenergik
- β blocker tekah digunakan secara
luas untuk mengurangi simom tirotoksik seperti palpitasi, cemas, tremor,
dan tidak tahan panas. Agen ini tidak mempunyai efek pada tirotoksikosis
perifer dan metabolisme protein dan tidak mengurangi TSAb atau mencegah
‘badai’ tiroid. Propanolol dan nadolol secara parsial
menghalangi perubahan T4 menjadi T3, tapi
kontribusinya kecil terhadap terapi keseluruhan.
- Β blocker biasanya digunakan sebagai terapi
tambahan dengan obat antitiroid, RAI, atau idodida dalam penanganan penyakit
Grave atau toxic nodule; pada persiapan sebelum operasi; atau pada ‘badai’
tiroid. β blocker adalah terapi primer hanya untuk tiroiditis dan
hipertiroid yang diinduksi iodin.
- Dosis propanolol yang dibutuhkan untuk mengurangi
simtom adrenergik bervariasi, tapi dosis awal 20-40 mg empat kali sehari
efektif untuk kebanyakan pasien (denyut jantun <90 denyutan per menit).
Pasien lebih muda atau dalam kondisi lebih toksik bisa membutuhkan sampai
240-480 mg/hari).
- β blocker dikontraindikasikan pada pasien dengan
gagal jantung kongestif, kecuali kelainan itu hanya karena takikardi
(curah tinggi), dan pada pasien yang mengembangkan cardiomyopati dan gagal
jantung. Efek samping lain termasuk mual, muntah, cemas, insomnia, lightheadedness,
bradikardi, dan gangguan hematologi.
- Simpatolitik yang bekerja sentral (seperti, clonidin)
dan antagonis Ca channel blocker (seperti, diltiazem)
bisa berguna untuk mengontrol simtom ketika dikontraindikasikan untuk β
blocker.
Ion
Radioactif
- Natrium iodida 131 (131I) adalah
cairan oral yang terkumpul di tiroid dan mengganggu sintesis hormon dengan
masuk ke hormone tiroid dan tiroglobulin. Setelah periode beberapa minggu,
folikel yang telah diambil RAI dan folikel disekitarnya mengalami nekrosis
selular dan fibrosis jaringan interstitial.
- RAI adalah agen pilihan untuk penyakit Grave,
nodul otonom toksik, dan toxic multinodular goiter. Kehamilan merupakan
kontraindikasi absolut untuk penggunaan RAI.
- β blocker adalah terapi tambahan primer untuk
RAI, karena bisa diberikan kapan saja tanpa perlu menyesuaikan dengan
terapi RAI.
- Pasien dengan penyakit kardia dan pasien lansia
sering dirawat dengan thionamide sebelum RAI ablation (ablation =
pengangkatan jaringan) karena hormon tiroid akan naik singkat setelah
perawatan RAI karena pelepasan preformed hormon tiroid.
- Obat-obat antitioid sebaiknya tidak rutin
diberikan setelah RAI, karena penggunaannya dihubungkan dengan tingginya
kejadian serangan hipertiroid setelah perawatan atau hipertiroid yang
bertahan.
- Jika iodida diberikan, sebaiknya diberikan 3-7
hari setelah RAI untuk mencegah interaksi dengan asupan RAI di kelenjar
tiroid.
- Target terapi adalah menghancurkan sel tiroid
yang hiperaktif, dan dosis tunggal 4000-8000 rad menghasilkan kondisi
euthyroid pada 60% pasien setelah 6 bulan atau kurang. Dosis kedua RAI
sebaiknya diberikan 6 bulan setelah RAI pertama jika pasien tetap
hipertiroid.
- Hipotiroid umum terjadi setelah RAI. Efek samping
akut, jangka pendek, termasuk pelunakan tiroidal ringan dan dysphagia (=
kesulitan menelan). Terapi lanjutan jangka panjang belum terbukti
meningkatkan resiko terbentuknya karsinoma tiroid, leukimia, atau defek
kongenital.
Perawatan ‘Badai’ Tiroid
- Terapi berikut sebaiknya segera dilakukan:
supresi pembentukan dan sekresi hormon tiroid, terapi antiadrenergik,
pemberian glukokortikoid, dan perawatan komplikasi terkait.
- PTU dosis besar adalah thionamide
pilihan karena mengganggu produksi hormon tiroid dan menghalangi perubahan
T4 menjadi T3 di perifer.
- Iodida, yang dengan cepat menghalangi
pelepasan preformed hormon tiroid, sebaiknya diberikan setelah terapi PTU
dimulai untuk menginhibit penggunaan iodine oleh kelenjar yang hiperaktif.
- Terapi pendukung, termasuk asetaminofen
sebagai antipiretik (aspirin dan NSAID lain bisa menggantikan hormon
tiroid yang terikat), penggantian cairan dan elektrolit, sedatif,
digitalis, antiaritmia, insulin, dan antibiotik
sebaiknya diberikan sesuai indikasi. Plasmapheresis (= pemindahan plama
dari darah) dan dialisis peritoneal telah digunakan untuk mengeluarkan
hormon berlebih pada pasien yang tidak merespon terapi konservatif.
Interaksi Obat Tiroid
Obat A
|
Obat B
|
Efek Yang Terjadi
|
Amiodaron, glokokortikoid (deksametason>4mg/hari),
propiltiourasil
|
Hormon tiroid
|
Konversi perifer dari T4 ke T3 menurun pada penggunaan
bersamaan, sehingga kadar T3 menurun, meskipun demikian kadar T4 serum normal
kadang-kadang meningkat.
|
Antasida (Aluminium, magnesium hidroksida),
pengikat asam empedu (kolestiramin, kolestipol), kalsium karbonat, gram besi,
natrium polistiren sulfonat, simetidin, sukralfat
|
Hormon tiroid
|
Pada penggunaan bersamaan, efikasi hormone tiroid diikat,
sehingga Hormon tiroid absorpsi dalam saluran cerna berkurang. Gunakan dengan
interval 4jam.
|
β –bloker (propranolol>160mg/hari)
|
Hormon tiroid
|
Konversi parifer dari T4 ke T3 menurun pada penggunaan
bersamaan, sehingga kadar T3 menurun, meskipun demikian kadar T4 serum normal
kadang-kadang meningkat.
|
Hormon tiroid
|
β bloker
|
Kerja β-bloker tertentu menjadi lemah jika pasien hipotiroid
diubah menjadi keadaan eutiroid.
|
Karbamazepin, hidantoin, fenobarbital, rifamisin
|
Hormon tiroid
|
Degradasi hepatikl evotiroksin meningkat,
akibatnya kebutuhan levotiroksin meningkat.
|
Estrogen, kontrasepsi oral
|
Hormon tiroid
|
Meningkat TBG (tiroxin binding globulin), sehingga
menurunkan respon terhadap hormone tiroid pada pasien dengan kelenjar tiroid
yang tidak berfungsi. Mungkin diperlukan peningkatan dosis tiroid.
|
Furosemid (80mg iv) heparin, hidantoin, NSAID,
salisilat (>2 g/hari)
|
Hormon tiroid
|
Penggunaan furosemid bersama levotiroksin menyebabkan
peningkatan sementara FT4, T4 serum dan jumlah normal pada FT4, dan THS,
dengan demikian pasien secara klinik euteroid.
|
SSRI (contoh sertralin)
|
Hormon tiroid
|
Sertralin meningkatkan kebutuhan levotikrosin pada
pasien yang sedang menggunakan levotiroksin.
|
Antidepresan trisiklik, antidepesan tetrasiklik
|
Hormon tiroid
|
Antidepresan dan hormone tiroid secara bersamaan dapat
meningkatkan efek dan toksisitas kedua obat karena peningkatan sensitivitas reseptor
terhadap katekolamin, sehingga resiko aritmia kardiak dan stimulasi SSP
meningkat.
|
Hormon tiroid
|
Antikuagolan
|
Aktivitas anti koagulan meningkat sehingga diperlukan
penurunan dosis.
|
Hormon tiroid
|
Antidiabetes, biguanid, meglitirinid, sulfonylurea,
tiazolidindion, insulin
|
Pada pengguanaan awal hormone tiroid dapat meningkatkan
kebutuhan insulin atau hipoglisemik
oral, harus dimonitor secara ketat.
|
Hormon tiroid
|
Glikosida digitalis
|
Kadar serum digitalis menurun pada hipertidoidism,
atau bila pasien hipotiroid berubah menjadi eutiroid. Efekterapetik digitalis
dapat menurun.
|
Hormon tiroid
|
Hormon pertumbuhan (somatrem, somatropin)
|
Terjadi percepatan penutupan epifise. Meskipun demikian
hipotiroid yang tidak diobati dapat berpengaruh pada pertumbuhan, respon terhadap
hormon pertumbuhan.
|
Hormon tiroid
|
Ketamin
|
Terjadi hipertensi dan takikardia penggunaan besama
harus berhati-hati.
|
Hormon tiroid
|
Zatradiografi
|
Hormon tiroid dapat menurunkan penangkapan 123I, 131I,99mTC
|
Hormon tiroid
|
Simpatomimetik
|
Penggunaan bersamaan dapat meningkatkan efek masing-masing.
Hormon tiroid dapat meningkatkan resiko insufisiensi coroner bila simpatomimetik
diberikan kepada pasien penyakit arteri coroner, penggunaan harus hati-hati.
|
Rifampisin
|
Hormon tiroid
|
Mempercepat metabolisme tiroksin meningkat,
kebutuhan terhadap tiroksin meningkat.
|
Sukralfat
|
Hormon tiroid
|
Sukralfat menurun absorpsi tiroksin.
|
Antiepileptika : karbamazepin, fenobarbiton,
fenitoin dan primadina
|
Hormon tiroid
|
Mempercepat metabolism tiroksin meningkat, kebutuhan
terhadap tiroksin meningkat.
|
Hormon tiroid
|
Teoflin
|
Elininasi teifilin berkurang, pada pasien hipotiroid,
klirens kembali normal bila pasien mencapai eutiroid.
|
Sediaaniodin (iodin, kalium, iodin)
|
Litium karbonat
|
Terjadi efek sinergis hipotiroidisme
|
Propiltiourasil lodin131
|
Antikoagulanhormontiroid, antitiroid
|
Aktivitas antikoagolan meningkat hormone tiroid dan
antitiroid mempengaruhi penangkapan iodin131
|
DIABETES MELITUS
2.0 DEFINISI
Diabetes
Melitus (DM) adalah metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang disebabkan oleh penurunan seksresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati.
Kriteria
diagnosis diabetes melitus adalah kadar glukosa puasa lebih dari 126 mg/dL atau
pada dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dL atau HbA1c lebih dari 8%. Jika
kadar glukosa dua jam setelah makan lebih 140 mg/dL tetapi lebih kecil dari 200
mg/dL dinyatakan glukosa toleransi lemah.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus, antara
lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom
Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom
Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-lain.
2.1 FISIOLOGI
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus
berdasarkan perawatan dan simtoma:
- Diabetes
tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga
rusaknya sel beta di
dalam pankreas yang
disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan
bersifat idiopatik.
Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas,
seperti fibrosis sistik
atau defisiensi mitokondria, tidak
termasuk pada penggolongan ini.
- Diabetes
tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali
disertai dengan sindrom resistansi insulin.
- Diabetes
gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance,
GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.
Dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:
- Insulin
requiring for survival diabetes, seperti pada kasus
defisiensi peptida-C.
- Insulin
requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin
endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika
tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
- Not
insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan
klasifikasi IDDM (bahasa
Inggris: insulin-dependent
diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota
klasifikasi NIDDM (bahasa
Inggris: non
insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi
yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun
1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada
tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus,
MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes,
hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein
dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic
diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk
malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian
lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes,
FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous
pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT,
kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat
diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap
sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG,
diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang
normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa
diabetes.
A. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes,
insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi
karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel
beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak
dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki
kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain
itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada
penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada
diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan
menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa
darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1,
bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa
insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan
olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan
pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24
jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta
dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled
powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus.
Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran
yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan
pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa
dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic
events.Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak
nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.
Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya
dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang
disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.
Pada
penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa
berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis
diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian
besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini
mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan
keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi
asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus
dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada
anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk
memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton.
Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang
dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin,
penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan
satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan
atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan
gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka
timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi
ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000
mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka
penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan
mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma
hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
B. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa
Inggris: adult-onset
diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus,
NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh
rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan
kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang
disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan
kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati
menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4
yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.
Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1
yang tinggi, rasio RBP4
dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis
dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah
berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya
kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin
atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun
semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa
teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini,
namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya
resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi
glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira
90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis.
Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang
terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan
anak-anak.
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum
hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara
perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan
berat badan. Ini dapat memugar
kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah
rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling
terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang
berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin
adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di
kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (
e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa
oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g.,
metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon
insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon
insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan
glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah
direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika
mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4
yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai
pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl
peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan
sel tumor maupun kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria
pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan
meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres
oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di
dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain,
terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada
penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan
dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass
usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda
ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.
Pada
terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:
- peningkatan
mRNA glukokinase,
- peningkatan
ekspresi GLUT4 pada
hati dan jaringan
- peningkatan
pencerap gamma proliferator peroksisom
- peningkatan
rasio plasma hormon insulin, protein
C dan leptin
- penurunan
ekspresi GLUT2 pada
hati
- penurunan
rasio plasma asam
lemak dan kadar trigliserida pada
hati
- penurunan
rasio plasma dan kadar kolesterol dalam
hati, antara lain dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme
reductase, asil-KoA, kolesterol
asiltransferase
- penurunan
oksidasi asam
lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina
palmitoil, antara lain dengan mengurangi
sintesis glukosa-6
fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat
fosfohidrolase
- meningkatkan
laju lintasan glikolisis
dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis
Sedang
naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat
karboksikinase
dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin
merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.
Pengobatan Diabetes
Melitus Tipe 2
|
||||
klasifikasi
|
obat
|
rute
|
Cara kerjanya
|
Waktu dan dosis
|
Sulfonilurea
|
Glimepiride (Amaryl) glipizid (Glucotrol) glipizid
ER (Glucotrol XL) Glyburide
|
Lisan
|
Meningkatkan produksi insulin
|
1 atau 2 kali sehari
|
Biguanides
|
Glucophage (alias Metformin) Glucophage XR Oral
|
Lisan
|
Menurunkan glukosa dari pencernaan
|
2-3 kali sehari, XR sekali sehari
|
Alpha-glukosidase inhibitor
|
Glyset dan Precose
|
Lisan
|
Memperlambat pencernaan, memperlambat produksi
glukosa
|
Ambil sebelum makan
|
Thiazolidinediones Actos
and Avandia
|
Actos dan Avandia
|
Lisan
|
Menurunkan produksi glukosa
|
Sekali sehari dengan atau tanpa makanan
|
Meglitinides
|
Prandin dan Starlix
|
Lisan
|
Meningkatkan produksi insulin
|
5-30 menit sebelum makan
|
Inhibitor DPP-4 Januvia
|
Januvia
|
Lisan
|
Menurunkan glukosa dengan menghalangi enzim
|
100 mg. once a day
sekali sehari
|
Incretin mimetics Byetta
|
Byetta
|
Suntik
|
Membantu pankreas membuat insulin, memperlambat
pencernaan
|
10 mcg. Inject within
an hour of AM and PM meals Inject satu jam setelah makan AM dan PM
|
Anti-hiperglikemia Symlin
|
Symlin
|
Suntik
|
Kontrol glukosa darah postprandial
|
15 mcg. Inject before
major meals Inject sebelum makan utama
|
C. Diabetes mellitus tipe 3
Diabetes mellitus gestasional (bahasa
Inggris: gestational
diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes
which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of
adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes
melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan,
dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[29] GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu,
dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar
2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun
menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan
pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani
dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang
dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas
normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat
otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan.
Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus
yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi
sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi
kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar
dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan
resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.
2.2 PATOFISIOLOGI
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2
dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal,
hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang
sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus
sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme
atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada
akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik
pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia,
yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.
GH memang
memiliki peran penting dalam metabolisme
glukosa dengan
menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah
dan asam lemak.
Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan
terhadap insulin, terutama pada otot lurik.
Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat
menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin
dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga
menghambat sekresi insulin dari pankreas,
terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi
glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada
hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas
viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan
turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis
dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko
kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina
dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan
toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang
terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga
menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma
dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in
vivo. Apoptosis
sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL,dan atau hipersekresi molekul
sitotoksik, seperti granzim dan perforin;
selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4.
2.3
MANIFESTASI KLINIS
1. DM tipe 1
·
Penderita DM tipe 1 biasanya memiliki tubuh yang kurus dan cenderung
berkembang menjadi diabetes ketoasidosis ( DKA ) karena insulin sangat kurang
disertai peningkatan hormon glukagon.
·
Sejumlah 20-40 % pasien mengalami DKA setelah beberapa hari
mengalami poliuria, polidipsia,
polifaghia, dan kehilangan bobot badan.
2.DM tipe 2
·
Pasien dengan DM tipe 2 sering asimptomatik. Munculnya komplikasi dapat
mengindikasikan bahwa pasien telah menderia DM selama bertahun-tahun, umunya
muncul neuropati. Pada diagnosis umumnya terdeteksi adanya letargi, poliuria,
nokturia dan polidipsia sedangkan penurunan bobot badan secara significant
jarang terjadi.
2.1 DIAGNOSA
|
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
Kadar glukosa darah sewaktu :
Plasma vena
Darah kapiler
|
<110
<90
|
110 – 199
90 - 199
|
>200
>200
|
Kadar glukosa darah puasa :
Plasma vena
Darah kapiler
|
<110
<90
|
110 – 125
90 - 109
|
>126
>110
|
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan
puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM
(mg/dl)
Simtoma
hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
- poliuria
- sering buang air kecil
- polidipsia
- selalu merasa haus
- polifagia
- selalu merasa lapar
- penurunan berat badan,
seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1
dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu
berbagai komplikasi kronis, seperti:
- gangguan pada mata
dengan potensi berakibat pada kebutaan,
- gangguan pada ginjal
hingga berakibat pada gagal
ginjal
- gangguan kardiovaskular,
disertai lesi
membran
basalis yang dapat diketahui dengan
pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[34]
- gangguan pada sistem
saraf hingga disfungsi saraf
autonom, foot ulcer, amputasi,
charcot joint dan disfungsi
seksual,
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada
stupor dan koma.
- rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria,
atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan
perawatan.
2.4 TERAPI
TERAPI FARMAKOLOGI
1. INSULIN
Mekanisme kerja
Insulin menurunkan kadar gula darah
dengan menstimulasi pengambilan glukosa
perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik.
Data farmakokinetik
Waktu paruh insulin pada orang normal sekitar
5-6 menit dan memanjang pada pasien DM yang membentuk antibodi terhadap
insulin. Hormon ini dimetabolisme terutama di hati, ginjal, dan otot mengalami
filtrasi ginjal, kemudian diserap kembali di tubulus ginjal yang merupakan
tempat metabolismenya. Gangguan fungsi ginjal yang berat berpengaruh tethadap
kadar insuliin di darah dibandingkan gangguan fungsi hati.
Jenis
insulin
|
Mulai
kerja (jam)
|
Puncak
efek (jam)
|
Lama
kerja (jam)
|
Nama
sediaan
|
Kekuatan
|
Kerja
singkat
|
0,5
0,5
|
1-3
2-4
|
8
6-8
|
Actrapis
HM
Actrapis
HM
penfil
|
40
UI/ml
100
UI/ml
|
Kerja
sedang (NPH=isophane)
|
1-2
|
6-12
|
18-24
|
|
|
Kerja
sedang mulai ketja singkat
|
0,5
2,5
|
4-12
7-15
|
24
24
|
Insulatard
HM
Insulatard
HM
Penfil
Monotard
HM
|
40
UI/ml
100
UI/ml
40
UI/ml
100
UI/ml
|
Kerja
lama
|
4-6
|
14-20
|
24-36
|
Protamin
Zinc
Sulfat
|
|
Sediaan
campuran
|
0,5
0,5
0,5
|
1,5-8
1-8
1-8
|
14-16
14-15
14-15
|
Humulin
20/80
Humulin
30/70
Humulin
40/60
Penfil
|
40
UI/ml
100
UI/ml
40
UI/ml
100
UI/ml
|
Insulin
Indikasi : DM tipe 1,
DM tipe 2 yang gula darahnya tidak dapat dikendalikan dengan diet dan antidiabetik
oral, DM dengan berat badan yang menurun cepat, DM dengan komplikasi akut, DM
paska bedahpankreas, ketoasidosis dan koma hiperosmolar, DM dengan kehamilan.
Peringatan :
Kadar gula darah dipantau
Interaksi obat : Sejumlah
obat dapat meningkatkan atau menurunkan efek hipoglikemik, penyesuaian dosis
insulinharus dilakukan jika digunakan bersamaan dengan obat ini (lihat tabel
3.2 dan 3.3)
Interaksi : Defisiensi yodium bertambah,
Yodium yang berlebihan akan mengurangi respons kelenjar tiroid terhadap
Thyrozol.
Efek samping : hipoglikemia, reaksi alergi.
Sediaan beredar : lihat pada tabel 1.
Tabel
3.2 Obat Yang Menurunkan Efek Hipoglisemik Insulin
·
kontrasepsi oral
·
kortikosteroid
·
siklofosfamid
·
danazol
·
dekstrotirosin
·
diazoxida
·
diltiazem
·
diuretika
·
dobutamin
·
epinefrin
·
nikotin
·
fenotiazin
·
fenitoin
·
progesteron
·
inhibitor protease
·
somatropin
·
terbutalin
·
diuretik tiazid
·
hormon tiroid
|
Tabel
3.3 Obat Yang Meningkatkan Efek Hipoglisemik Insulin
·
ACE inhibitor
·
Alkohol
·
Anabolik steroid
·
Antidiabetika oral
·
Beta bloker
·
Kalsium
·
Klorokuin
·
Klofibrat
·
Klonidin
·
Disopiramid
·
Fluoksetin
·
Fibrat
·
Guanetidin
·
Litium karbonat
·
MAO inhibitor
·
Mebendazol
·
Pentamidin
·
Pentoksifilin
·
Fenilbutazon
·
Propoxifen
·
Piridoksin
·
Salisilat
·
Analog somatostatin
·
Sulfin pirazon
·
Sulfonamida
tetrasiklin
|
2. Sulfonilurea
Mekanisme Kerja Obat
Sulfonilurea
bekerja merangsang sekresi insulin pada pankreas sehingga hanya efektif bila
sel beta pankreas masih dapat berproduksi.
KLORPROPAMID
Indikasi :
NIDDM
ringan-sedang.
Kontraindikasi : Wanita
menyusui, profiria, dan ketoasidosis.
Peringatan : penggunaannya harus
hati-hati pada pasien usia lanjut, gangguan fungsi hati dan ginjal.
Efek samping : gejala saluran cerna dan sakit kepala.
Gejala hematologik termasuk trombositopenia, agranulositosis, dan anemia
aplastik dapat terjadi walau jarang sekali.
Sediaan beredar : Diabenese pfizer, Tesmel Phyto Kemo Agung.
GLIKAZID
Indikasi :
NIDDM
ringan-sedang
Kontraindikasi, peringatan, interaksi, dan efek samping :
Lihat klorpropamid
Sediaan beredar : Diamicron Senvier Daya Varia, Glibet Dankos,
GLICAB tempo scan pacific, Glidabet Kalbe Farma, Glikatab Rocella Lab, Glukodex
Dexa Medica.
GLIBENKLAMID
Sinonim :
Gliburid
Indikasi :
NIDDM ringan-sedang
Kontra indikasi, peringatan, interaksi, dan efek samping : lihat klorpropamid
Sediaan beredar : Abenon Herioc, Clamega Emba Megafarma,
Condiabet Armoxindo, Daonil Aventis, Diacella Rocella, Euglucon Boehringer
Mannheim Phapros, Fimediab First Mediafarma.
Glipizid
Indikasi :
NIDDM
ringan-sedang
Kontraindikasi,peringatan,interaksi,dan efek samping : lihat
klorpropamid
Sediaan beredar : Aldiab Merk, Glucotcrol Pfizer, Glyzyd
Sunthi Sepuri
GLIKUIDON
Indikasi :
NIDDM ringan-sedang
Kontraindikasi,peringatan,interaksi, dan efek samping : lihat
klorpropamid
Sediaan beredar :
Glurenirm Boehringer Ingelheim.
Tabel 3.4 Interaksi Obat Golongan Sulfonilurea
Obat A
|
Obat B
|
Efek yang terjadi
|
Deskripsi
|
Androgen,anti koagulan,antifungal azol,
kloramfenikol, klofibrat, fenfluramin, flukonazol, gemfibrosil, garam
magnesium, metildopa, inhibitor MAO, pengasam urin, sulfonamida
|
sulfonilurea
|
Peningkatan efek sulfonilurea
|
Efek hipoglisemik meningkat akibat berbagai
mekanisme seperti penurunan metabolik hepatik, hambatan eksresi renal,
penurunan glukosa darah, perubahan metabolisme karbohidrat. Saran harus
dimonitor kadar gula darah.
|
Betabloker, pemblok celah kalsium, kolestiramin,
kortikosteroid, diazoksid, estrogen, hidantoin, asam nikotinat, kontrasepsi
oral, pembasa urin, agen tiroid.
|
sulfonilurea
|
Penurunan efek sulfonilurea
|
Efek hipoglisemik menurun akibat berbagai mekanisme
yaitu peningkatan metabolisme hepatik, penurunan pelepasan insulin,
peningktan eksresi urin.
|
Karbon aktif
|
sulfonilurea
|
Penurunan efek sulfonilurea
|
Karbon aktif mereduksi absorpsi sulfonilurea.
|
Siprofloksasin
|
gliburid
|
Peningkatan efek sulfonilurea
|
Terjadinya potensi efek hipoglikemik
|
Etanol
|
sulfonilurea
|
Efek bervariasi
|
Etanol memperpanjang lama penurunan glukosa darah
oleh glipizid (tidak membesar), etanol kronis menurunkan waktu setengah tolbutamid
etanol dengan klorpropamid menimbulkan reaksi seperti disulfiram.
|
Klorpropamid
|
Barbiturat
|
Peningkatan efek sulfonilurea
|
Efek barbiturat diperpanjang pada uji dengan hewan
|
Gliburid
|
Antikoagulan
|
Peningkatan atau penurunan efek sulfonilurea
|
Laporan menunjukkan bahwa efek kumarin dapat
meningkat atau menurun jika bersamaan dengan gliburid
|
sulfonilurea
|
Glikosida digitalis
|
Peningkatan efek sulfonilurea
|
Kadar serum glikosida digitalis meningkat
|
Tabel 3.5 Data Farmakokinetik Antidiabetika Oral
Nama Generik
|
Durasi kerja (jam)
|
Metabolisme atau catatan terapi
|
sulfonilurea
|
||
Asetoheksamid
Klorpropamid
Tolazamid
Tolbutamid
Glipizid
Glipizid
Gliburid
Gliburid, mikronais
glimepirid
|
Sampai 16
Sampai 72
Sampai 24
Sampai 12
Sampai 20
24
Sampai 24
Sampai 24
24
|
Dimetabolis di hati; potensi metabolit sebanding
dengan senyawa utama; dieliminasi di ginjal.
Dimetabolisme di hati dan dieksresikan dalam bentuk
tidak berubah di ginjal.
Dimetabolisme di hati; metabolit kurang aktif
dibandingkan senyawa utama; dieliminasi di ginjal.
Metabolisme di hati menjadi metabolit inaktif yang
dieksresi di ginjal.
Dimetabolisme dihati menjadi metabolit inaktif.
Bentuk lepas lambat; tablet jangan dipotong
Dimetabolisme dihati; dieliminasi setengah di ginjal
dan setengah di feces.
Diabsorpsi lebih baik dalam bentuk mikronize
Di metabolisme dihati menjadi metabolit inaktif
|
Secretagogues
insulin kerja pendek
|
||
Nateglinid
Repaglinid
|
Sampai 4
Sampai 4
|
Dimetabolisme disitokrom P450 2C9 DAN 3A4 menjadi
metabolit aktif lemah, dieliminasi di ginjal.
Dimetabolisme di CYP 3A4 menjadi metabolit inaktif,
dieksresikan di saluran empedu.
|
Biguanida
|
||
Metformin
Metformin lepas tertunda
|
Sampai 24
Sampai 24
|
Tidak terjadi metabolisme, diseksresikan dan dieksresikan
di ginjal.
Diminum pada makan malam atau dosis bisa dibagi;
bisa dicoba dosis jika terjadi intoleransi untuk pelepasan immediet.
|
Tiazolidindion
|
||
Pioglitazon
rosiglitazon
|
24
24
|
Dimetabolisme di CYP2C8 dan 3A4;2 Metabolit memliki
waktu waktu paruh lebih panjang dibandingkan senyawa utama.
Dimetabolisme di CYP2C8 dan 2C9 menjadi metabolit
inaktif yang dieksresi di renal.
|
Panghambat
α-glukosidase
|
||
Akarbose
Miglitol
|
1-3
1-3
|
Dieliminasi di empedu
Dieliminasi di renal
|
Produk
kombinasi
|
||
Gliburid/metformin
Glipizid/metformin
Rosiglitazon/metformin
|
Pengobatan kombinasi
Pengobatan kombinasi
Pengobatan kombinasi
|
Digunakan pada terapi awal 1,25/250 mg 2 kali sehari
Digunakan pada terapi awal 1,25/250 mg 2 kali sehari
Disetujui oleh FDA sebagai terapi tahap kedua tetapi
bisa digunakan sebagai terapi utama
|
|
3. Biguanida
Mekanisme kerja
Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan
meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan.
Data farmakokinetik
Bioavaibilitas absolut metformin IR 500mg yang
diberikan dalam konsidi puasa adalah sekitar 50-60 %. Makanan menghambat
absorpsi metformin. Metformin dieksresikan tidak berubah ke dalam urin dan
tidak mengalami metabolisme hepatik atau eksresi melalui kantung empedu. Waktu
paruh eliminasi sekitar 17,6 jam.
METFORMIN
HIDROKLORIDA
Indikasi :
NIDDM yang gagal dikendalikan dengan diet dan sulfonilurea, terutama pada
pasien yang gemuk.
Kontra indikasi :
gangguan fungsi ginjal atau hati, predisposisi asidosis laktat, gagal jantung,
infeksi atau trauma berat, dehidrasi, alkoholisme,wanita hamil,wanita menyusui.
Peringatan
: Lihat sulfolurea
Interaksi obat : lihat
interaksi antidiabetik.
Efek samping :
mual,muntah, anoreksi, dan diare yang selintas; asidosis laktat; gangguan
penyerapan vitamin B12.
Sediaan beredar : Benofomis Bernofarm, Bestab Yekatria, Diabex
Combiphar, Eraphage Guradian, Formell Alpharma .
2.5 Kesimpulan
Hormon adalah substasi kimia yang di buat dari asam
amino dan kolesterol yang bekerja pada jaringan tubuh dan organ dan
mempengaruhi aktivitas selular.
Sistem endokrin terdiri dari
kelenjar yang tidak mempunyai duktus yang mengeluarkan hormon ke dalam aliran
darah.
Gangguan tiroid mencakup berbagai kondisi penyakit
yang mempegaruhi produksi atau sekresi hormon tiroid yang menyebabkan perubahan
stabilitas metabolik. Kelainan tiroid memberikan pengaruh ke hampir seluruh
tubuh karena hormon tiroid mempengaruhi banyak organ.
Hipertiroid
dan hipotiroid adalah sindroma klinik dan biokimia yang muncul dari peningkatan
dan penurunan produksi hormon tiroid.
Diabetes
Melitus (DM) adalah metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein
yang disebabkan oleh penurunan seksresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati.
2.6 Saran
Semoga makalah yang
kami susun ini sangat membatu dalam pemecahan masalah tentang penyakit Diabetes
Melitus (DM) dan gangguan tiroid dan tahu tentang obat- obatnya untuk menangani
masalah penyakit ini.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................................ i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Penulisan........................................................................
B. Tujuan
Penulisan......................................................................................
C. Metode
Penulisan....................................................................................
D. Sistematika
Penulisan..............................................................................
BAB II TIJAUAN
PUSTAKA
A. .................................................................................................................
B. .................................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN
A.
.................................................................................................................
B.
.................................................................................................................
C.
.................................................................................................................
D. .................................................................................................................
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
British National Formularium 52 Edition,2008, 1
Lambeth High Street, London SEI 7JN, UK
Dipiro, Joseph T. Et
al, Pharmacotheraphy Handbook, Sixth Edition, 2006, Mc Graw Hill Companies
,Inc, New York, USA
Kamus saku
kedokteran Dorlan, 1998, EGC, Jakarta
Indonesia, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makana, Informatorium Obat National Indonesia,
2000, CV Sagung Seto, Jakarta
Comments